SOLO, solotrust.com – Ribuan orang dari 21 paguyuban reog Ponorogo se-Soloraya dan masyarakat umum tumpah ruah di Jl Ir Juanda, Pucangsawit, Jebres, Solo, Sabtu (9/4) dalam aksi Orasi Reog Ponorogo Milik Indonesia mendesak pemerintah melalui Kementrian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk segera mengusulkan reog Ponorogo ke UNESCO.
Aksi ini merupakan respon atas sikap pemerintah yang dinilai abai terhadap polemik tersebut. Sementara, di waktu yang sama, Malaysia turut hendak mengusulkan reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO.
Dari pantauan Solotrust.com, ribuan orang tersebut nampak memadati Jl Ir Juanda sekira pukul 20.00 WIB dan selanjutnya massa aksi melakukan orasi di SDN Wonosaren, Pucangsawit, Jebres, Solo, pukul 21.00 WIB-21.45 WIB.
Massa pun berdatangan dari segala penjuru. Salah satunya seniman reog asal Wonogiri, Adit Marhaendara, yang datang ke lokasi aksi untuk turut menyampaikan aspirasi.
Selain mendesak pemerintah, Adit juga meminta masyarakat untuk bersama-sama menjaga kesenian reog Ponorogo.
“Kita merasa lahir di Indonesia besar di Indonesia tinggal di negara yang sama, otomatis kita mempunyai hak yang sama, nah, jadi ya jangan ragu-ragu dan takut untuk memperjuangkan budaya kita yang sama,” katanya Sabtu (9/4) malam saat ditemui Solotrust.com.
Seniman reog Ponorogo yang juga mahasiswa Seni Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo ini berharap masyarakat lebih peduli terhadap kesenian reog Ponorogo.
Sementara, Adit menegaskan, ia akan terus mengawal polemik reog ini hingga pemerintah serius memberi keputusan pengusulan reog Ponorogo ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
“Sebelum klaim itu, ya melestarikan, jangan pas saat-saat seperti ini saja, kalau kita memang mencintai dan melestarikan ayo dipraktekan,” pinta Adit.
“Menunggu putusan dari pihak yang mendaftarkan ke UNESCO, sampai ada keputusan,” tegasnya.
Selain itu, partisipan lain, Agus Tri Cahyono juga datang jauh-jauh dari Tawangmangu, Karanganyar, untuk ikut menyampaikan aspirasi. Seniman reog Ponorogo Sardulo Gilang Gumelar ini juga menentang klaim negara lain atas reog Ponorogo.
“Intinya itu cuma mau nguri-nguri, sebelumnya sudah ada koordinasi,” terang Agus.
“Ini budaya dari Ponorogo ada kisahnya ada historinya, nggak terima intinya (diklaim),” tegasnya.
Agus juga berharap Orasi Reog Ponorogo Milik Indonesia ini juga dapat menjadi salah satu sarana untuk membuka mata masyarakat terhadap kelestarian budaya Indonesia. Terlebih, aksi ini juga menjadi wadah berkumpulnya seniman reog Ponorogo se-Soloraya.
“Kalau istilah Jawanya ini ngelumpukne balungan pisah (menyatukan tulang yang terpisah-red), bisa ngumpul dulur-dulur (berkumpul dengan saudara-saudara-red) se-Soloraya, ” ujarnya.
Sementara itu, Orasi Reog Ponorogo Milik Indonesia turut menampilkan atraksi kesenian dari 35 gagak merak, tari jathilan, serta iringan musik, dari pukul 21.00 WIB-21.45 WIB di SDN Wonosaren, Pucangsawit, Jebres Solo.
Setelah aksi ini, sesepuh reog Ponorogo Soloraya, Eko Haryanto alias Mbah Singo menyatakan pihaknya bakal terus mengawal polemik klaim reog Ponorogo oleh negara lain, sembari menunggu sikap tegas pemerintah untuk segera mengusulkan reog Ponorogo ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
“Kita akan menunggu perkembangan, mungkin nanti kalau ada penindakan, info dari pusat, mungkin kita akan bergerak lagi; Sampai Bapak Menteri memberi tanggapan kepada kami,” pungkasnya.
Sementara, pemerintah dalam hal ini Memdikbud Ristek, Nadiem Makarim memprioritaskan mengusulkan jamu sebagai Warisan Tak Benda ke UNESCO, dii waktu bersamaan dengan Malaysia yang turut hendak mengusulkan reog untuk hal yang sama. (dks)
(zend)