Hard News

Jadi Sengketa Hingga Hoaks Robohnya Menara Surau Sriwedari, Begini Penjelasan Mantan Walkot Solo

Jateng & DIY

1 Juni 2022 13:15 WIB

FX Hadi Rudyatmo usai Upacara Hari Lahir Pancasila, Rabu (1/6) di Taman Sunan Jogo Kali. (Foto: Dok. Solotrust.com/riz)

SOLO, solotrust.com - Kabar hoaks yang sempat menghebohkan warga Solo saat Car Free Day (CFD) pada Minggu (29/5) mengenai ambruknya menara Masjid Sriwedari Solo mengingatkan sengketa tanah Sriwedari yang tengah berlangsung 51 tahun.

Mendengar hal tersebut Mantan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo usai menggelar Upacara Hari Lahir Pancasila bersama DPC PDIP Solo di Taman Sunan Jogo Kali Rabu (1/6) menyampaikan bangunan yang diklaim menjadi menara masjid tertinggi di Jawa Tengah itu memiliki struktur yang kuat.



"1.000 persen menara Masjid Sriwedari itu kuat, karena struktur bawahnya itu luar biasa. Kan sudah dihitung tingginya itu 114 meter. Itu kemarin hoaks saja," paparnya.

Menurutnya tidak menutup kemungkinan hoaks berasal dari oknum yang tidak senang mengenai keberadaan Masjid Sriwedari.

"Ya namanya hoaks kan ada oknum yang tidak menginginkan masjid itu di situ. Tapi Undang-undang cagar budaya itu memperbolehkan hanya empat. (Yakni) untuk pendidikan, keagamaan, pendidikan dan kesenian. Karena masuk di situ semua," jelasnya.

Meski pembangunan masjid belum selesai karena pandemi Covid-19 sejak awal 2020 lalu, Rudy mengklaim keberadaan masjid itu penting bagi warga sekitar, terlebih bagi para musafir.

Saat masih menjabat menjadi Wali Kota Solo, pihaknya pun sempat diminta menyelesaikan pembangunan masjid oleh Presiden RI Joko Widodo. Saat ini ia berharap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka segera menyelesaikan pembangunan masjid tersebut.

Selain itu, Rudy juga menyoroti kepemilikan bangunan Taman Sriwedari Solo yang masih menjadi sengketa antara Pemerintah Kota (Pemkot) dengan ahli waris RMT Wirjodiningrat, meski telah melewati 20 putusan pengadilan. Menurutnya Pemkot memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang sah.

"Sengketa sing (yang) mana, kalau sengketa itu tidak ada 1 carik surat. Wong itu ada sertifikat HGB 41 dan 40 kok. Dan di BPN (Badan Pertanahan Nasional) nggak ada catatan sama sekali. BPN ada catatan kalau tanah itu terjadi sengketa. Silahkan saja tanya ke BPN, bersih buku tanahnya tidak ada catatan satupun itu selesai," lanjutnya.

Rudy beranggapan opini mengenai sengketa kepemilikan tanah Sriwedari yang tengah diperjuangkan sejak pemerintahan Jokowi sebagai Wali Kota Solo ini harus segera dituntaskan, melihat pihak BPN tidak mencatat adanya sengketa kepemilikan.

"Saya nggak punya kepentingan di sana kok, tapi kepentingan saya bahwa Sriwedari adalah asetnya rakyat Solo dan asetnya Pemerintah Kota Solo, dan Pemerintah Republik Indonesia," lanjutnya.

Sebagai informasi, keberadaan tanah di pusat kota itu memiliki sejarah yang tak bisa dipisah dari Kota Solo. Sriwedari dulunya dikenal sebagai Kebon Rojo (Kebun Raja) di masa pemerintahan Raja Keraton Kasunanan Surakarta Pakoe Boewono (PB) X.

Di tanah seluas 10 hektar tersebut terdapat beberapa aset milik Pemkot, antara lain Museum Radya Pustaka yang menyimpan ribuan benda cagar budaya (BCB). Kemudian Stadion Sriwedari museum Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama. Gedung Wayang Orang, masjid, Museum Keris Nusantara, dan bangunan lainnya. (riz)

(zend)