SOLO, solotrust.com - Institut Seni Indonesia (ISI) Solo merayakan hari jadi atau Dies Natalis ke 58 di Pendopo GPH Joyokusumo kampus setempat, Kamis (15/7) pagi. Di usianya yang lebih dari setengah abad ini, ISI Solo berkomitmen untuk menjadi lembaga pelestari budaya.
Rektor ISI Solo, I Nyoman Sukerna mengatakan pelestarian tersebut bukan hanya sebagai komitmen saja, melainkan akar dari lahirnya ISI di Kota Solo.
Kota Solo, menurut I Nyoman, dipandang sebagai lahan yang subur akan seni budaya lewat hadirnya dua keraton, Kasunanan Solo dan Praja Mangkunegaran, serta masyarakat setempat yang hidup berdampingan bersama seni budaya.
"Solo itu dulu dipandang pusat sebagai lopus atau karena ada dua keraton dan masyarakatnya kaya akan seni budaya, oleh sebab itu didirikanlah pendidikan formal untuk pengembangan pelestarian seni tradisional, itu sebenarnya fungsi utama lembaga ini," terang I Nyoman, Kamis (15/7) saat ditemui Solotrust.com.
Namun, ISI Solo tak hanya sebagai lembaga perawat seni budaya tradisional. ISI Solo kini, sebut I Nyoman, juga terus berusaha menyesuaikan zaman lewat hadirnya berbagai program studi (Prodi) baru.
Baginya pengembangan ISI Solo tak lepas dari kebutuhan pasar saat ini lewat prodi-prodi di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) dan Fakultas Seni Pertunjukan (FSP).
"Namun tuntutan zaman barang tentu tidak hanya pengembangan dan pelestarian itu, perlu progdi-progdi yang bersifat marketable perlu kami kembangkan sekarang," tuturnya.
Ia berharap, ISI Solo di 58 ini bersama perguruan seni lain dapat memberikan sumbangsih terhadap pelestarian dan pengembangan insan bangsa.
"Mudah-mudahan perguruan seni di Indonesia memperkuat karakter bangsa kita di percaturan dunia internasional," tukasnya. (dks)
(zend)