Solotrust.com - Menurut ilmu psikologi, overthinking adalah berpikir terus-menerus mengenai hal yang negatif.
Overthinking ini setidaknya memiliki dua bentuk. Pertama, merenungkan kejadian yang tidak menyenangkan di masa lalu, misalnya dengan memunculkan pikiran "kalau saja saat itu saya tidak melakukan hal tersebut".
Kedua, mengkhawatirkan sesuatu hal yang belum terjadi di masa depan.
Overthinker sering memikirkan sesuatu yang bukan kapasitas dirinya untuk mengendalikan hal tersebut, sehingga sering timbul penyesalan terhadap masa lalu, serta ketakutan dan kegelisahan dalam menghadapi masa depan.
"Berbeda dengan memikirkan sebuah solusi akan suatu masalah, overthinking cenderung mendramatisasi kejadian yang sudah terjadi dan meramalkan suatu hal yang buruk terhadap sesuatu yang belum terjadi," demikian kata Nur Islamiah, Psikolog sekaligus dosen IPB University dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, seperti dikabarkan IPB dalam laman resminya.
Sebuah studi menemukan bahwa prevalensi terjadinya overthinking pada orang dewasa dengan rentang usia 25-35 cenderung tinggi yaitu 73 persen.
Wanita juga lebih cenderung berpotensi menjadi overthinker.
Tanda seseorang mengalami overthinking adalah ia sering mengingat-ingat kembali kejadian buruk, misalnya pengalaman yang membuat dirinya merasa bersalah atau malu.
"Selain itu, overthinker juga menghabiskan waktunya untuk berpikir hal yang di luar kontrol dirinya, mencemaskan sesuatu yang belum terjadi sehingga pikiran-pikiran negatif ini membuatnya susah move on, tidak produktif, galau, hingga kesulitan tidur karena otak selalu aktif memikirkan hal-hal yang sebetulnya tidak bermanfaat," tambahnya.
Menurutnya, salah satu penyebab overthinking adalah praktik pengasuhan orang tua. Studi menyebutkan terdapat hubungan antara pengasuhan orangtua yang cenderung sering mengkritik dan otoriter dengan berkembangnya overthinking pada anak.
Selain itu adalah tipe kepribadian seseorang, misalnya individu yang berkepribadian mudah cemas atau perfeksionis memiliki peluang lebih besar menjadi overthinker.
Kejadian traumatis di masa lalu, stres yang dialami masa sekarang, serta tingginya tekanan atau tuntutan hidup juga dapat menjadi penyebab overthinking pada seseorang.
"Dampak overthinking apabila terjadi secara berkepanjangan salah satunya adalah kesehatan fisik yang menurun. Akibatnya kualitas tidur memburuk, tubuh akan mudah terserang penyakit dan kelelahan," kata dia.
"Selain itu, overthinker dapat mengalami gangguan mental seperti kecemasan berlebih (anxiety), mudah stres, bahkan mengalami depresi. Overthinker juga cenderung suka menunda-nunda penyelesaian sebuah pekerjaan karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, akibatnya hidup menjadi kurang produktif. Masalah sosial seperti kesepian juga dapat terjadi, lebih lagi bila bergaul dengan sesama overthinker," sebutnya.
Untuk mengatasinya, Nur Islamiah memberikan beberapa tips.
Pertama, mencari tahu trigger atau penyebab overthinking. Dengan mengetahui penyebabnya, awareness akan turut meningkat, sehingga menyadari bahwa overthinking adalah kegiatan yang buruk.
Kedua, jika sudah sadar bahwa overthinking merugikan diri, maka lakukan langkah konkrit untuk berhenti atau mengontrol pikiran-pikiran negatif tersebut. Salah satunya adalah dengan menuliskannya, kemudian mengamatinya dengan seksama.
Selanjutnya, uji atau pertanyakan pikiran negatif "apa iya pikiran saya ini nyata? fakta?", karena sering kali pikiran negatif itu hanyalah berasal dari ketakutan atau kecemasan yang dibuat-buat oleh diri sendiri.
"Kita cari inti dari pikiran negatif itu kemudian kita lakukan langkah konkrit untuk berhenti memikirkan itu dengan mempertanyakan dan menantang pikiran negatif itu, lalu dilepaskan," jelasnya.
Ketiga, melakukan positive self-talk. Contohnya alih-alih merenungkan dan menyesali sesuatu hal yang terjadi di masa lalu, sehingga berkembang menjadi pikiran negatif, lebih baik fokuskan pada hal yang positif.
"Maafkan diri sendiri dan katakan, 'Kemarin memang saya berbuat salah, saya menyesalinya. Tapi sudah tidak ada yang saya bisa lakukan untuk mengubah masa lalu, saya akan jadikan ini sebagai pelajaran dan berusaha tidak mengulanginya lagi'," jelasnya.
Keempat, yang tidak kalah penting dengan melatih mindfulness, yaitu mengerjakan satu kegiatan dalam satu waktu, misalnya makan dengan menikmatinya dengan penuh syukur tanpa distraksi hal lainnya.
Dengan melakukan mindfulness ini, kita berlatih untuk fokus dan memaknai setiap apa yang kita lakukan sehingga lebih bermakna.
Kelima, overthinking terjadi salah satunya karena otak penuh dengan informasi yang kurang penting sehingga informasi-informasi "sampah" ini harus dibatasi.
Terakhir adalah merawat diri dengan makan yang sehat, tidur dan olahraga yang teratur.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, overthinker erat hubungannya dengan kesulitan beristirahat. Dengan merawat kesehatan diri, diharapkan akan membantu overthinker untuk lebih teratur dalam pola aktivitas hariannya
"Bila kelima langkah ini belum berhasil, ini artinya terdapat hal-hal yang perlu digali lebih dalam. Berkonsultasi dengan profesional, misalnya psikolog profesional akan membantu mengurai permasalahan yang terjadi dan menemukan solusinya. Dukungan dari lingkungan yang positif tentu juga sangat penting untuk membantu menghilangkan overthinking ini," tandas Nur Islamiah. (Lin)
(zend)