SRAGEN, solotrust.com – Tanaman padi di desa Bandaran, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen terserang penyakit kerdil yang menyebabkan penurunan hasil panen secara dratis.
Penyakit kerdil menghambat pertumbuhan tanaman padi sehingga menurunkan produktivitasnya.
Salah satu petani yang ditemui Solotrust.com, Agus (35) menyebut karena serangan penyakit kerdil, ia hanya mampu memanen paling banyak 10 karung padi atau menurun hingga tiga kali lipat dari kondisi normal.
“Ya gagal panen, 1 patok hanya hanya dapat 1 sak 3 sak dan paling banyak 10 sak. Kalau dulu sebelum ada penyakit ini 1 patok bisa mencapai 40, 35 sak itu pasti,” ujarnya, Rabu (19/10).
Hal serupa dialami oleh petani lain, Eko (42) yang menyadari serangan penyakit kerdil dari perbedaan warna akar padi.
“Itu dari akar mas, akar kalau padi yang terdampak itu, akarnya nanti putih nggak merah, yang normal itu akare merah mas,” kata dia.
Curah Hujan, Virus, dan Ketidakseimbangan Unsur Tanah Penyebab Utama Padi Kerdil
Pemilik PB. Tani Sentosa, Trias Wijayanto ( 46 ), sebagai produsen benih daerah Gondang, Sragen menjelaskan faktor penyebab penyakit kerdil pada padi yaitu curah hujan yang tinggi pada musim kering, virus tungro dan ketidakseimbangan unsur tanah.
“Selain ada curah hujan tinggi yang masuk di musim kering, kemudian ada virus di tanaman padi, virus kalo orang bilang, virus tongro kalo orang petani sini bilange padine KB, jadi nggak bisa modhot (tumbuh-red). Jadi padi setelah di pupuk ke-2 padi itu malah nggak kelihatan, padahal itu waktunya isi padi muncul, tapi malah ngga kelihatan,” ungkap Trias.
Ia menyebut tingkat keasaman tanah di daerah Sragen tidak seimbang. Jika seharusnya lahan sawah memiliki tingkat keasaman PH 6, tanah di kawasan tersebut hanya bernilai PH 4,5.
“Selain dengan virus dan curah hujan yang tinggi tadi, PH tanah atau kandung tanah di daerah sini, tanah pertaniannya itu tingkat keasaman dan basanya itu udah nggak imbang, nggak balance, jadi harusnya kan kalau unsur tanah tingkat keaasaman PH nya kan diantara angka 6 seimbangnya, kalau nggak salah di Sragen sempat di cek itu tingkat keaasamanya sekitar 4,5 nah jadi kurang standar,” terangnya.
Trias berharap pemerintah menyediakan subsidi pupuk yang bervariatif berdasarkan kesimbangan unsur-unsur tanah di lahan pertanian masing-masing daerah.
“Yang jelas ketersediaan pupuk, pasti mas, yang utama itu pupuk, variasi pupuk yang dibutuhkan oleh petani itu yang harus di sediakan pemerintah, sekarang ini hanya beberapa pupuk paling urea, phoska dan pupuk organik jadi unsur kebutuhan tanahnya yang kurang kalau dulu ada ZA sekarang nggak ada,“ pungkasnya. (ibn)
(zend)