Hard News

Seminar Hybrid Kominfo: Suara Muda dalam Demokrasi Digital

Sosial dan Politik

22 November 2022 23:24 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia sukses menggelar seminar hybrid di gedung FTM UPN Veteran Yogyakarta.

Solotrust.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia sukses menggelar seminar hybrid di gedung FTM UPN Veteran Yogyakarta. Seminar bertema Suara Muda dalam Demokrasi Digital menghadirkan tiga narasumber, yakni Ketua KPUD DI Yogyakarta Hamdan Kurniawan, Dosen UPN Ilmu Komunikasi Susilastuti Dwi N, dan Pemimpin Redaksi SK Kedaulatan Rakyat Octo Lampito.

Kegiatan diawali sambutan Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Kemkominfo Bambang Gunawan, diikuti sambutan Rektor UPN Veteran Yogyakarta Mohammad Irhas Effendi.



Sesuai tema diangkat, pada seminar kali ini para narasumber menjelaskan bagaimana peran anak muda dalam berdemokrasi. Ketua KPUD Provinsi DI Yogyakarta, Hamdan Kurniawan, menjelaskan pada pemilihan umum (Pemilu) tahun lalu, berdasarkan data sensus 2020 gen-z berada di angka 27,94 persen dan milenial 25,87 persen.

“Secara data ini sangat besar, ketika digabungkan ini sudah lebih dari separuh pemilih di Indonesia. Kalau pemilih di Indonesia 192 juta, maka gen-z dan generasi milenilal jumlahnya 100-an juta. Ini sebuah ceruk suara yang luar biasa, sebuah angka yang nanti bisa menentukan ke mana bangsa Indonesia ini,” kata Hamdan Kurniawan.

Sementara saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) DI Yogyakarta, berdasarkan data 2020 gen-z berada di angka 14 persen dan milenial 28 persen.

Sekadar informasi, menurut Pew Research Center, generasi milenial adalah siapa pun yang lahir antara 1981 dan 1996. Sementara gen-z adalah generasi lahir di antara 1997 dan pertengahan 2010.

Dalam pelaksanaannya, pemilu menghadapi beberpa tantangan klasik yang kemungkinan besar dihadapi setiap tahunnya. Sebagai contoh adalah tingginya suara tidak sah di pemilu 2019 sekira 17,5 juta, angka ini termasuk besar.

“17,5 juta ini bisa jadi, mungkin karena tidak tahu cara menyoblos, tapi gen-z tidak ya? Ada juga sebagai bentuk protes politik itu dengan memilih dengan cara yang tidak benar, di luar yang golput (golongan putih,” ucap Hamdan Kurniawan.

Gen-z tidak bisa dipisahkan dengan internet, begitu pula dengan lingkungan yang juga ikut berkembang menuju era baru, yakni era digital, termasuk demokrasi. Dosen UPN Ilmu Komunikasi, Susilastuti Dwi N, menjelaskan era digital tidak akan mengubah makna demkokrasi, namun mengubah cara mencari informasi dan menyampaikan informasi.

“Seperti apa pun informasi politik kalau tidak pernah dicari tidak akan mengikuti kita. Saatnya inilah mari kita membuka informasi politik biar kita diikuti terus, sehingga kita semakin kaya (akan informasi),” tuturnya.

Pada era digital, masyarakat lebih mandiri dalam upayanya mencari informasi, sehingga akan melahirkan algoritmanya sendiri. Dalam hal ini juga akan menhadirkan informasi berbeda-beda setiap indvidu. Kendali atas informasi ini adalah pada individu, bukan pada orang tua atau negara. Adapun negara hanya menyiapkan perangkat.

Menurut data penelitian tentang pendidikan politik oleh Susilastuti Dwi N bersama Adi Suprapto dan Basuki Agus Suparno pada 2013 hingga sekarang menunjukkan gen-z memahami apa itu politik, namun butuh pendorong.   

“Tujuan pendidikan politik itu arahnya, salah satunya adalah mengisi bejana (pemikiran/pemahaman) kemudian masuk ke afektif, kemudian mendorong keluar dalam bentuk partisipasi politik. Partisipasi poitik tidak berhenti pada satu titik saat pemilu, tetapi bagaimana kita sadar sebagai warga negara mengawalnya,” ujarnya.

Dari penjabaran mengenai era digital dan demokrasi, lalu bagaimana peran para generasi muda pada bidang demokrasi? Pemimpin Redaksi SK Kedaulatan Rakyat, Octo Lampito, menjelaskan jika generasi milenial dan gen-z memiliki kekuatan besar saat ini, terutama dalam bidang teknologi informasi, dekat dengan media sosial, mudah melacak track record, suka lebih cepat sehingga instant menjadi tujuan, dan beberapa hal lainnya.

“Lewat media sosial bisa melakukan gerakan-gerakan untuk melibas hoaks atau ujaran kebencian, menggalang gerakan cinta Tanah Air, dan seterusnya,” kata Octo Lampito.

Berdasarkan pemaparan materi oleh narasumber dalam seminar ini dapat disimpulkan generasi milenial dan gen-z memiliki peran sangat penting demi terarahnya bangsa Indonesia ke depan. Satu suara akan sangat berarti, apalagi jutaan suara dimiliki generasi muda saat ini.

Diharapkan untuk pemilu selanjutnya, semua orang bisa menggunakan suara dan memanfaatkan teknologi dalam menghimpun informasi, terutama bagi generasi millenial dan gen-z.

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya