Hard News

Membaca Pesan Konstruktif KTT G20 Bali

Nasional

21 Desember 2022 11:01 WIB

Pranata Humas Madya Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, Marroli J Indarto

Solotrust.com - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 sukses diselenggarakan di Bali pada November 2022. KTT G20 yang dihadiri 19 negara dan Uni Eropa menjadi pertemuan strategis bagi negara-negara anggota.

Menjelang KTT G20 Bali, berembus keraguan pertemuan di Indonesia susah merumuskan komunike atau pernyataan bersama yang disepakati seluruh negara anggota. Namun nyatanya leader’s declaration tersepakati dalam KTT G20 Bali. Jabatan tangan erat antara Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Amerika Joe Biden di Bali, seolah menepis kabar memanasnya relasi antara kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini.



Penyelenggaraan KTT G20 di Bali membuktikan tugas Indonesia sebagai Presidensi G20 telah terlaksana dengan baik dan profesional. Keberhasilan Presidensi G20 Indonesia juga terlihat dari banyaknya pertemuan bilateral antarnegara.

Para pemimpin negara anggota G20 pun terganti dengan disepakatinya leader’s declaration. Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal mengatakan dari sisi substansi, terbitnya deklarasi para pemimpin ini sama dengan komunike.

Sedangkan bagi Indonesia, KTT G20 Bali sudah menjadi medium pemerintah Indonesia untuk mengomunikasikan keberadaannya sebagai salah satu negara dengan kemampuan ekonomi besar serta berpengaruh baik di skala kawasan maupun global.

Sebelumnya, Indonesia selaku Presidensi G20 telah mengajukan tiga flagship agenda, yakni arsitektur kesehatan global, transformasi digital, serta transisi energi. Ketiga agenda ini diajukan pemerintah Indonesia sesuai kondisi nyata yang terjadi menjelang KTT G20, yakni pandemi Covid-19.

Hantaman pandemi Covid-19 menjadi momentum sangat berharga bagi seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bertahan di tengah kekhawatiran yang dirasakan komunitas global. Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan dunia.

Pembatasan aktivitas masyarakat atau lockdown berdampak penurunan pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Selaku pihak yang memegang Presidensi G20, Indonesia telah membuktikan resiliensinya terhadap krisis ekonomi yang dipicu pandemi. Dengan segala kekuatan ekonomi dimiliki, Indonesia berkesempatan mengorkestrasi agenda pembahasan dalam KTT G20 agar manfaat pertemuan tingkat tinggi di Bali pada November 2022 lalu memiliki dampak bagi perekonomian Indonesia.

Optimisme Leader’s Declaration KTT G20

Tercatat dari empat poin deklarasi KTT G20 di Bali, dua poin di antaranya secara khusus menyoal isu pandemi Covid-19, yakni deklarasi Arsitektur Kesehatan Global dan Transformasi Digital.

Dalam poin Arsitektur Kesehatan Global, Indonesia berkesempatan mengakses pendanaan dalam skema Pandemic Fund atau Dana Pandemi. Dana Pandemi bisa dimanfaatkan untuk membiayai program pencegahan, kesiapan, serta respons atas pandemi. Secara teknis, Dana Pandemi bisa dimanfaatkan Indonesia untuk pengembangan laboratorium serta pengembangan vaksin.

Tentu, akses pada Pandemic Fund ini memungkinkan Indonesia untuk bisa mengakselerasi penanganan pandemi agar tidak makin berkepanjangan. Percepatan penanganan pandemi juga sejalan dengan poin Transformasi Digital yang menekankan pada pentingnya penggunaan teknologi digital guna memulihkan dan memberdayakan berbagai sektor.

Transformasi digital kini menjadi keniscayaan bagi sebagian negara yang hendak naik level menjadi negara maju, termasuk Indonesia. Terkait hal ini, digitalisasi aktivitas ekonomi dan birokrasi harus dipahami sebagai solusi untuk menciptakan efiensi serta efektivitas dalam menyelesaikan beragam masalah serta tuntutan perubahan yang serba cepat.

Dua poin leader’s declaration lainnya tertuang dalam KTT G20 di Bali adalah Transisi Energi Berkelanjutan serta Perang Rusia-Ukraina. Negara-negara anggota G20 sepakat untuk mendiversifikasi sistem energi dengan cepat, menjamin keamaan energi, serta menjaga stabilitas pasar energi.

Dalam poin Transisi Energi Berkelanjutan, diterbitkan pula dokumen Bali Compact dan The Bali Transition Energy Roadmap yang bisa dijadikan panduan dalam mencapai solusi dalam masalah energi.

Terkait dengan poin Perang Rusia-Ukraina, ketidakhadiran Presiden Rusia Vladimir Putin bisa jadi turut memuluskan kesepakatan yang tertuang dalam Leader’s Declaration. Para pemimpin negara dan juga menteri yang mewakili sepakat, perang di Ukraina berdampak lebih buruk pada dunia ekonomi. Peserta KTT G20 juga sangat menyesalkan perang Federasi Rusia melawan Ukraina.

Dikutip dari kompas.com (16/11/2022), sebagian besar anggota KTT G20 mengutuk keras perang karena penyebab penderitaan manusia yang luar biasa, serta makin memperburuk ekonomi global yang sudah rapuh. Perang menghambat pertumbuhan, meningkatkan inflasi, mengganggu rantai pasokan, meningkatkan kerawanan energi dan pangan, serta meningkatkan risiko stabilitas keuangan.

Mencermati empat poin deklarasi di atas, pemerintah Indonesia mampu menempatkan peran strategisnya, baik sebagai Presidensi G20 maupun tuan rumah KTT G20. Ditinjau dari keilmuan Hubungan Internasional, Leader’s Declaration dituangkan di Bali kian menegaskan kuatnya pengaruh mazhab realisme dalam tata kelola relasi antarnegara yang tergabung dalam komunitas atau kelompok khusus seperti G20.

Mazhab realisme lahir dari fenomena menguatnya penerapan kekuatan politik (power politics) diikuti dengan peran negara yang sangat dominan. Asumsi berkembang pada mazhab realis menyebutkan hubungan antarnegara adalah bentuk nyata dari pertarungan kekuatan.

Setiap negara berinteraksi dengan negara lain dalam rangka memperbesar kekuatan politiknya dengan cara meningkatkan kapabilitas nasionalnya dan memperkecil kekuatan politik negara lain. Dalam pandangan mazhab realisme, peperangan bukan sesuatu yang kebetulan, melainkan telah dipersiapkan dan direncana secara matang.

Empat poin deklarasi dalam KTT G20 di Bali menunjukkan besarnya kekuatan politik 20 negara dalam mengendalikan situasi global dari sisi ekonomi. Dengan power politics dimilikinya, negara-negara G20 ternyata malah mengutuk perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada instabilitas geopolitik kawasan Eropa dan berdampak terhadap perekonomian global.

Adapun dari empat poin kesepakatan, tiga di antaranya lebih menekankan pada aspek pentingnya kerja sama dan kolaborasi antarnegara guna menciptakan situasi global lebih baik pascapandemi Covid-19 serta transisi energi berkelanjutan.

Poin keempat menyoal perang Rusia-Ukraina seolah menegaskan pernyataan peneliti Manoj Joshi pada 2016 silam. Dalam salah satu artikelnya berjudul Forget the Economics, It was Geopolitics that Dominated the G20 Summit, Joshi mengingatkan aspek geopolitik jauh lebih dominan dibandingkan aspek ekonomi.

Memang pada akhirnya, stabilitas geopolitik menjadi kunci penting bagi semua negara agar urusan ekonomi dan energi bisa dikelola secara lebih baik dalam koridor kerja sama regional maupun global.

Pesan itu terkonstruksi dengan baik dalam empat poin Leader’s Declaration. Sebagai penyelenggara KTT G20, deklarasi yang telah disepakati harus disambut dengan optimisme agar manfaat dari G20 bisa dirasakan seluruh masyarakat Indonesia. 

*Oleh: Marroli J Indarto. Penulis adalah Pranata Humas Madya Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI

(and_)