Hard News

Stunting Indonesia Masih di Bawah Pagu Kesehatan Dunia, Butuh Peran Nyata Masyarakat

Nasional

6 Mei 2021 23:35 WIB

Ilustrasi (Dok. Istimewa/Google)

Solotrust.com Stunting alias kekurangan gizi kronis pada anak merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan pemerintah pada 2018 memperlihatkan angka prevalensi atau anak-anak yang mengalami stunting sebesar 30,8 persen.

Sementara berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, kondisi stunting ini sudah turun menjadi 27,6 persen. Kendati menurun, namun persentasenya belum cukup menggembirakan sebab masih di bawah pagu kualitas kesehatan dunia.



Stunting lebih konkretnya dimaknai sebagai kondisi kekurangan gizi kronis pada anak yang terjadi sejak seribu hari pertama kehidupan (HPK). Dampak dari kondisi ini, proses tumbuh kembang anak jadi terganggu atau mengalami apa yang disebut ‘gagal tumbuh’. Di sini diperlukan peran mutlak orangtua untuk selalu merawat dan memerhatikan anak-anaknya dengan memberikan berbagai hal penting. Dalam hal ini sesuatu yang bermanfaat dan sangat dibutuhkan para calon generasi penerus bangsa.

Anak-anak kita sejatinya layak mendapatkan asupan gizi berkualitas dan itu adalah hak mereka. Orangtua tidak semestinya mengabaikan hak dasar anak untuk tumbuh sehat. Salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan pagu angka stunting yang bisa ditoleransi, yakni harus berada di bawah 20 persen dari jumlah kelahiran anak.

Berbagai upaya pun terus dilakukan pemerintah guna menurunkan angka stunting di Indonesia. Langkah yang telah ditempuh, di antaranya bimbingan pernikahan, menitikberatkan pada pentingnya kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang anak. Selain itu, pemerintah telah menjalin koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan asosiasi profesi kesehatan.

Karenanya, di sini dibutuhkan sosialisasi secara intensif guna memberi penyadaran masyarakat. Kebijakan menurunkan angka stunting di Indonesia diharapkan bisa dipahami seluruh lapisan masyarakat. Jangan sampai ada di antara warga Negara Indonesia tidak tahu tentang kebijakan menurunkan angka prevalensi gagal tumbuh kembang anak.

Kementerian Kominfo sebagai kepanjangan tangan pemerintah bertanggung jawab penuh mengelola komunikasi publik kebijakan penurunan prevalensistunting. Hal ini sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 2015. Pesan yang ingin disampaikan pun dipastikan sampai di mana targetnya adalah pasangan muda yang nantinya akan mempunyai anak.

Persoalan stunting menyangkut dimensi masa depan. Jika saat ini jumlah anak yang mengalami stunting angkanya masih tinggi, pada usia produktif nanti optimalisasi sumber daya manusia Indonesia praktis akan terganggu.

Sementara penurunan prevalensistunting bukannya tanpa hambatan. Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, kebijakan menurunkan prevalensi stunting mengalami dampak besar. Karenanya penting untuk dipahami, jangan sampai dalam upaya memberikan edukasi pada masyarakat untuk menurunkan stunting malah melupakan aspek keamanan.

Kondisi stunting pada generasi yang menderita kekurangan gizi kronis sangat rentan dialami saat ini. Hal itu tak lepas dari anjloknya pertumbuhan ekonomi sehingga berpotensi memunculkan gangguan fisik dan nonfisik sebagai dampaknya.

Bukan hanya stunting, akibat pandemi Covid-19 angka kematian ibu dan bayi sebagai dampak ikutan pasti juga akan terpengaruh. Demikian pula upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi berkualitas tentunya juga akan terkendala karena beban ekonomi yang bertambah berat.

Dalam penurunan angkastunting ini, pemerintah tidak bisa melakukannya sendirian. Karenanya dibutuhkan peran serta masyarakat. Dalam hal ini melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, media, organisasi sosial, relawan, generasi muda, dan terutama perempuan.

Aksi masyarakat adalah garda depan tercapainya penanganan pandemi Covid-19, sekaligus menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.

Terkait penanganan pandemi Covid-19 serta penurunan prevalensi stunting ini, setidaknya ada tiga hal menjadi perhatian serius Kementerian Kominfo. Pertama, segala hal penting berkaitan dengan penangan pandemi sampai penurunan prevalensistunting harus dipahami dengan benar.

Kedua, memunculkan afeksi atau perhatian atas suatu hal penting. Ketiga, memunculkan aksi masyarakat untuk membawa perubahan ke arah lebih baik lagi.

*Oleh: Marroli J Indarto. Penulis adalah Pranata Humas Madya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)

(redaksi)