Hard News

Stunting Indonesia Masih di Bawah Pagu Kesehatan Dunia, Butuh Keterlibatan Masyarakat

Nasional

04 Mei 2021 23:39 WIB

Ilustrasi (Dok. Istimewa/Google)

Solotrust.com Stunting alias kekurangan gizi kronis pada anak merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan pemerintah pada 2018 memperlihatkan angka prevalensi atau anak-anak yang mengalami stunting sebesar 30,8 persen.

Sementara berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, kondisi stunting ini sudah turun menjadi 27,6 persen. Kendati menurun, namun persentasenya belum cukup menggembirakan sebab masih di bawah pagu kualitas kesehatan dunia.



Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah guna menurunkan angka stunting di Indonesia. Menurut Kasubdit Informasi dan Komunikasi Kesehatan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Marroli J Indarto, Langkah yang telah ditempuh, di antaranya bimbingan pernikahan, menitikberatkan pada pentingnya kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang anak. Selain itu, pemerintah telah menjalin koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan asosiasi profesi kesehatan.

“Hal yang paling penting masyarakat sadar dulu. Jangan sampai ada masyarakat tidak tahu tentang kebijakan menurunkan prevalensi gagal tumbuh kembang anak,” ujarnya.

Terkait penurunan angka stunting di republik ini, Kementerian Kominfo bertanggung jawab penuh mengelola komunikasi publik kebijakan penurunan prevalensi stunting. Hal ini sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 2015.

Penurunan prevalensi stunting bukannya tanpa hambatan. Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, diakui Marroli J Indarto, kebijakan menurunkan prevalensi stunting mengalami dampak besar. Kondisi stunting pada generasi yang mengalami kekurangan gizi kronis sangat berisiko dialami saat ini. Hal itu tak lepas dari menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi sehingga berpotensi memunculkan gangguan fisik dan nonfisik sebagai dampaknya.

“Bukan hanya stunting, akibat pandemi jumlah kematian ibu dan bayi sebagai dampak ikutan pasti akan terpengaruh. Terutama beban ekonomi yang berat untuk mencukupi gizi berkualitas pasti ikut terguncang,” tambahnya.

Dalam penurunan angka stunting ini, menurut Marroli J Indarto, pemerintah tidak bisa melakukannya sendirian. Karenanya dibutuhkan peran serta masyarakat. Dalam hal ini melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, media, organisasi sosial, relawan, generasi muda, dan terutama perempuan.

“Aksi masyarakat adalah ujung tombak tercapainya penanganan pandemi Covid-19, sekaligus menurunkan prevalensi stunting di Indonesia,” tandasnya.

(redaksi)

Berita Terkait

Berita Lainnya