SEMARANG, solotrust.com- Sidang lanjutan kasus Dadang Tri Wahyudi Malacca, selaku tenaga IT STIE Semarang, yang didakwa melanggar UU ITE Pasal 33, dalam Perkara Pidana Nomor 15/Pid.Sus/2023/PN.Smg dengan terdakwa Dadang Tri Wahyudi Malacca yang dipimpin oleh Majelis Hakim Rochmad (Ketua), kembali digelar Rabu (24/5/2023), dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) Adiana Windawati di Pengadilan Negeri Semarang
Dadang Tri Wahyudi Malacca, selaku Tenaga IT Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Semarang akhirnya dituntut 3 tahun 6 bulan. Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adiana Windawati di Pengadilan Negeri Semarang
“Saudara Dadang mengeluarkan surat ancaman melalaui surat yang ditujukan kepada pengurus dan Ketua STIE Semarang , bahwa semua aplikasi layanan website STIE Semarang akan di off-kan terdakwa Dadang Tri Wahyudi Malacca bilamana tidak terjadi kesepakatan dan terdakwa Dadang juga akan melaporkan kelemahan data STIE Semarang ke Kemendikbud melalui Direktur Belmawa dan Direktur Kelembagaan, surat ancaman terlampir berkas perkara.” JelasJPU.
JPU menambahkan, terdakwa selanjutnya mengirimkan penawaran Surat Perjanian Kerja senilai Rp 1,5 Miliardengan modus agar penawawan sejumlah Rp 1,5 M dapat disepakati tanpa syarat oleh saksi Wanuri dan agar dapat dipenuhi.
Sehinga dalam tuntutannya JPU menyatakan bahwa Dadang Triwahyudi, telah mematikan jaringan server internet di STIE Semarang, dijerat pasal 33 UU no 11 tahun 2008, dan mengakibatkan kerugian kampus mencapai Rp 15 Miliar
Adiana Windawati menambahkan, pertimbangan lain yang memberatkan, terdakwa saat memberikan keterangan di persidangan berbelit-belit sehingga menghambat proses pemeriksaan. Kemudian, tidak ada itikad baik dari terdakwa, dimana tanpa sepengetahuan Jaksa maupun pengadilan, terdakwa melakukan aktivitas di luar Kota Semarang, padahal terdakwa berstatus tahanan kota.
“Pertimbangan memberatkan tidak nampak rasa penyesalan pada diri terdakwa karena merasa tidak bersalah,” tuturnya
“Meminta majelis menghukum terdakwa 3 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan kota , dan kemudian ditahan dalam Lapas Kedungpane Semarang,”pintanya.
Kuasa hukum STIE Semarang dan Yayasan Pendidikan Akademi Koperasi (YAPENKOP) Semarang, Muhtar Hadi Wibowo mengapresiasi dengan tuntutan Jaksa 3 tahun 6 bulan.
“Harapan kami dengan bukti bukti, saksi saksi serta fakta fakta yang terungkap persidangan semoga yang mulia majelis hakim memutus terdakwa dadang lebih berat dari tuntutan JPU atau apabila Yang Mulia Hakim mempunyai pendapat lain untuk dapat menghukum yang seberat beratnya karena melihat proses persidangan terlihat terdakwa memberikan kerterangan yang cukup berbelit belit, masih berdalil ini persoalan perdata padahal yang bersangkutan pada waktu menjadi tersangka telah melakukan upaya hukum mengajukan pra peradilan dan di putusan dengan putusan nomor : 19/Pid.Pra/2022/PN Smg, yang menolak permohonan praperadilan Pemohon (Dadang) untuk seluruhnya.” Katanya.
Muhtar menjelaskan,pihak yayasan sebelum melakukan upaya hukum hingga sampai Dadang berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Semarang pihak yayasan sudah mencoba berupaya melakukan mediasi kekeluargaan, akan tetapi yangbersangkutan tidak menyambutnya dengan poisitif, bahkan tentang kesanggupan mengaktifkan kembali layanan dan aplikasi Website STIE Semarang tidak berjalan, maka ditempuhlah upaya sesuai dengan hukum yang berlaku untuk agar memberian efek jera.
“Kami juga sangat berharap Majelis hakim menghukum terdakwa dengan hukuman seberat beratnya sesuai amal perbuatan yang telah membuat kekacauan di STIE semarang, sangat meropotkan Yayasan Pendidikak Koperasi.” Harapnya.
Sementara itu Ketua Yapenkop Wanuri, didampingi Sekretaris Achmad Junaidimengatakan, dengan ulah tindakan yangbersangkutan Dadang dengan mematikan server STIE Semarang adalah tindakan yang brutal dan berakibat fatal terhadap kampus, sehingga pihaknya meminta tuntutan JPU dapat dikabulkan, agar peristiawa ini dapat dijadikan pembelajaran bersama.
“Civitas Akademika sebuah perguruan tinggi jangan sampai dipermainkan tenaga IT, karena akibat matinya layanan IT sebuah perguruan tinggi berdampak sangat fatal terhadap proses akademik dan Tri Dharma Perguruan Tinggi semua proses pembelajaran juga sangat terganggu,” pungkasnya.
(wd)