Ekonomi & Bisnis

Penjelasan KAI Seputar Kereta Api Tidak Bisa Berhenti Mendadak

Ekonomi & Bisnis

22 Juli 2023 12:03 WIB

Kereta api (Foto: Dok. Istimewa/kai.id)

JAKARTA, solotrust.com - Insiden tabrakan antara kereta api dengan truk di Semarang dan Bandar Lampung pada Selasa (18/07/2023) lalu mendapatkan respons beragam dari publik. Salah satu perhatian publik di antaranya terkait bagaimana sistem pengereman di transportasi kereta api.

Secara sistem pengereman, transportasi kereta api merupakan jenis transportasi apabila melakukan proses pengereman membutuhkan jarak pengereman agar benar-benar berhenti.



Public Relations PT Kereta Api Indonesia (KAI), Joni Martinus, mengatakan berbeda dengan transportasi darat umumnya, kereta api memiliki karakteristik secara teknis tidak dapat dilakukan pengereman secara mendadak.

"Untuk itu, kami mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati sebelum melewati perlintasan sebidang,” serunya dalam siaran pers, Jumat (21/07/2023).

Berikut faktor-faktor menyebabkan kereta api tidak dapat mengerem mendadak:

1. Panjang dan Berat Rangkaian Kereta Api

Hal yang menyebabkan kereta api tidak dapat berhenti mendadak adalah karena panjang dan bobotnya. Makin panjang dan berat rangkaiannya, jarak dibutuhkan kereta api untuk dapat benar-benar berhenti akan semakin panjang.

Di Indonesia, rata-rata satu rangkaian kereta penumpang terdiri atas delapan hingga 12 kereta (gerbong) dengan bobot mencapai 600 ton, belum termasuk penumpang dan barang bawaannya. Dengan kondisi ini dibutuhkan energi besar untuk membuat rangkaian kereta api berhenti.

2. Sistem Pengereman

Pengereman pada kereta api di Indonesia umumnya menggunakan sistem jenis rem udara. Cara kerjanya adalah dengan mengompresi udara dan disimpan hingga proses pengereman terjadi. Saat masinis mengaktifkan sistem pengereman, udara tadi akan didistribusikan melalui pipa kecil di sepanjang roda dan membuat friksi pada roda. Friksi ini yang akan membuat kereta berhenti.

Kendati kereta api telah dilengkapi rem darurat, rem ini tetap tidak bisa berhenti mendadak. Rem ini hanya menghasilkan lebih banyak energi dan tekanan udara lebih besar untuk menghentikan kereta lebih cepat.

Jadi, meskipun masinis telah melihat ada yang menerobos palang kereta, selanjutnya melakukan proses pengereman, tetap akan membutuhkan suatu jarak pengereman agar benar-benar berhenti. Hal inilah yang nantinya menyebabkan kejadian tabrakan, apabila jarak pengereman tidak terpenuhi.

Adapun faktor berpengaruh pada jarak pengereman, yakni:

1. Kecepatan kereta api. Semakin tinggi kecepatan kereta api, semakin panjang jarak pengereman.

2. Kemiringan/lereng (gradient) jalan rel (datar, menurun, atau tanjakan).

3. Persentase pengereman yang diindikasikan dengan besarnya gaya rem.

4. Jenis kereta api (kereta penumpang/barang).

5. Jenis rem (blok komposit/blok besi cor).

6. Kondisi cuaca.

7. Berbagai faktor teknis lainnya.

Joni Martinus mengatakan, rem pada rangkaian kereta api bekerja dengan tekanan udara. Sistem kinerja rem pada roda dihubungkan ke piston dan susunan silinder. Mekanisme yang mengurangi tekanan udara di kereta api akan memaksa rem mengunci dengan roda.

Jika tekanan dilepaskan secara tiba-tiba akan menyebabkan pengereman tidak seragam, sehingga rem bekerja lebih dulu dari titik keluarnya udara. Pengereman tidak seragam dapat menyebabkan kereta atau gerbong tergelincir, terseret, bahkan terguling.

“Kami terus mengingatkan kembali, bahwa tata cara melintas di perlintasan sebidang adalah berhenti di rambu tanda "STOP", tengok kiri-kanan, apabila telah yakin aman, baru bisa melintas. Palang pintu, sirine, dan penjaga perlintasan adalah alat bantu keamanan semata," kata Joni Martinus.

"Alat utama keselamatannya ada di rambu-rambu lalu lintas bertanda "STOP" tersebut. Jadi apabila masyarakat ketika di perlintasan sudah melihat adanya kereta api, walaupun masih jauh, maka seharusnya berhenti terlebih dahulu hingga kereta api tersebut lewat,” tutupnya.

Sesuai UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pasal 114 menyatakan: "Pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi wajib:

a. Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup dan/atau ada isyarat lain.

b. Mendahulukan kereta api, dan

c. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

Apabila pengguna jalan raya tidak mematuhi aturan tersebut, sanksi hukum telah menanti, sesuai sanksi hukum tertera pada aturan UU No: 22 tahun 2009, pasal 296 berbunyi: "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga)bulan atau denda paling banyak Rp750 ribu..

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya