BANTUL, solotrust.com - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul menetapkan keadaan siaga darurat kekeringan pada sejumlah wilayah di Bantul. Keadaan ini menyusul terjadinya kemarau berkepanjangan selama beberapa bulan terkahir.
Penetapan siaga darurat ini telah dilakukan sejak Mei 2023 dan dilakukan perpanjangan sebanyak satu kali, mengingat potensi wilayah Bantul akan bencana kekeringan pada musim kemarau.
Supervisor Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) Kabupaten Bantul, Aka Luk Luk F, mengatakan saat ini upaya dilakukan pihak terkait, yakni memasok kebutuhan air bersih ke wilayah-wilayah membutuhkan.
BPBD selaku koordinator penanggulangan bencana, terkhusus pada kasus kedaruratan juga ikut melakukan siasat dan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam menyusun strategi untuk menghadapi musim kemarau.
“Tentunya dari status siaga darurat ini yang berkaitan dengan kedaruratan disikapi BPBD sebagai koordinator dalam penanggulangan bencana, kemudian mengkordinasikan operasi untuk menghadapi kekeringan ini bersama dengan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait, dari PNI, Tagana, Dinas PU, kemudian dari Dinas Kesehatan, dan juga PDAM untuk mengatur strategi terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan dalam menghadapi musim kemarau,” ungkapnya, saat ditemui solotrust.com di kantornya, Senin (23 Oktober 2023).
Berdasarkan pembaruan dari BPBD Kabupaten Bantul terdapat sepuluh kapanewon/kecamatan, 19 kelurahan/desa, dan 50 dusun terdampak kekeringan pada musim kemarau saat ini.
Dampak kekeringan dan kekurangan air bersih bukanlah satu-satunya permasalahan dihadapi masyarakat Bantul secara khusus, namun masih ada permasalahan lainnya, seperti kebakaran lahan yang terjadi di beberapa titik.
“Ketika musim kemarau ini kan memang identiknya adalah kelangkaan air bersih, kemudian yang kedua terkait dengan kebakaran. Kebakaran lahan tahun ini cukup tinggi juga lonjakannya dibandingakan dua tahun sebelumnya, kebakaran di tahun 2023 ini meningkat dua kali lipatnya,” sebut Aka Luk Luk F.
Supervisor Pusdalops lebih lanjut mengatakan, kebakaran banyak terjadi pada lahan dengan sumber penyebab terbanyak, yakni adanya pembakaran sampah dilakukan masyarakat. Ia juga mengatakan sedikit banyaknya perilaku masyarakat tersebut imbas dari penutupan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan dan belum adanya keterampilan masyrakat dalam membuat atau memanfaatkan limbah sampah yang ada.
“ini menjadi anomali bagi data kami karena kalau di tahun sebelumnya kebakaran awal penyebabnya itu lebih banyak karena korsleting listrik, tetapi karena ini ada anomali terkait dengan pembakaran sampah, sehingga sekarang trennya diawali dengan pembakaran sampah,” pungkas Aka Luk Luk
Seiring dengan keadaan tersebut jagat media sosial juga dihebohkan dengan munculnya kabut di beberapa titik pesisir Pantai Selatan Yogyakarta. Saat dikonfirmasi, pihak BPBD Bantul membenarkan memang ada kejadian kabut di pesisir pantai, terkhusus pantai Bantul.
Hal itu merupakan aktivitas alam biasa saat musim kemarau seperti sekarang. Fenomena ini terjadi lantaran butiran atau volume air (uap) cenderung lebih pekat pada musim kemarau sehingga tidak mampu mengangkat ke atas dan akhirnya menjadi kabut. Kabut pantai ini tidak terjadi sepanjang waktu, namun di waktu tertentu, seperti pagi, sore, atau malam hari.
Pihak BPBD juga menyatakan kabut yang terjadi hanya menyebar pada pesisir pantai dengan jarak empat kilometer dari pantai. Fenomena ini hanya peristiwa alam biasa dan bukan bentuk kejadian dengan status kedaruratan. Pihak terkait juga mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hari agar terhindar dari kecelakaan akibat jarak pandang terbatas, dampak munculnya kabut.
*) Reporter : Alan Dwi Arianto/Aulia Rahman Ramadhani
*) Penulis : Alan Dwi Arianto/Alya Ganzar Roosmika
(and_)