JAKARTA, solotrust.com - Audiensi antara Pimpinan Pusat (PP) Pagar Nusa dan Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI) pada 24 September 2024 di Padepokan Pencak Silat TMII, menjadi pertemuan yang menyuarakan keprihatinan mendalam atas tindakan represif aparat terhadap anggota Pagar Nusa.
Pertemuan dihadiri Ketua Umum PP Pagar Nusa, Gus Nabil Haroen beserta jajaran pengurus, yang diterima langsung Ketua Harian PB IPSI Benny G Soemarsono, Sekjen PB IPSI Teddy Suratmadji, dan Wasekjen Arko Murjoko.
Dalam pertemuan, Gus Nabil melaporkan kejadian pada 7 September 2024 di Sukoharjo, Jawa Tengah. Pada malam itu, prosesi pembaiatan 375 anggota baru Pagar Nusa diselenggarakan dengan penuh kedamaian, tiba-tiba diwarnai pengerahan aparat keamanan dalam jumlah besar.
"Saya merasa sangat kecewa atas tindakan yang tidak perlu ini. Menyenggol anggota saya, berarti menyenggol saya karena mereka adalah bagian dari keluarga besar saya," tegas Gus Nabil.
Berdasarkan rekaman video beredar, setelah acara tersebut memperlihatkan tindakan represif dialami anggota Pagar Nusa, membuat Gus Nabil dan tim hukum bergerak cepat untuk mengumpulkan bukti. Menurutnya, peristiwa ini bukanlah insiden biasa, melainkan bentuk arogansi sangat mengkhawatirkan.
"Apakah tindakan represif adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah? Mengapa pendekatan yang lebih bijak seperti pembinaan tidak diutamakan?" tanya Gus Nabil.
Ketua Harian PB IPSI, Benny G Soemarsono dalam tanggapannya menyatakan kesedihannya.
"Saya merasa sangat miris dan sedih atas tindakan represif ini. Ini adalah tindakan yang seharusnya tidak terjadi, terutama terhadap organisasi yang telah menjaga marwah pencak silat sebagai warisan budaya bangsa," ungkapnya.
Benny G Soemarsono menambahkan, PB IPSI terus berupaya keras mempromosikan pencak silat di tingkat internasional agar pencak silat dapat diakui tidak hanya sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO, namun juga sebagai cabang olahraga yang dapat berprestasi di panggung global.
"Kami di PB IPSI mengimbau seluruh perguruan untuk bersama-sama mempromosikan pencak silat secara positif dan elegan. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menjaga pencak silat sebagai kebanggaan bangsa," imbuh Benny G Soemarsono.
Ia juga mengajak aparat untuk membantu perjuangan pencak silat agar berkembang dalam suasana damai, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Sekjen PB IPSI sekaligus Sekjen Persilat, Teddy Suratmadji menegaskan kejadian ini sangat bertentangan dengan tujuan besar sedang diperjuangkan Persilat, yakni menjadikan pencak silat sebagai cabang olahraga resmi di Olimpiade.
"Tindakan seperti ini justru merusak citra pencak silat, tidak hanya di dalam negeri, namun juga di panggung internasional. Pencak silat adalah warisan budaya Indonesia yang kita bawa untuk mendapatkan pengakuan dunia. Aparat seharusnya mengayomi, bukan represif," tegasnya.
Teddy Suratmadji juga menjelaskan, salah satu strategi besar Persilat untuk mempromosikan pencak silat adalah dengan melatih pesilat Indonesia di luar negeri.
"Kami sedang berupaya memperkenalkan pencak silat lebih luas dan tindakan represif ini sangat kontra produktif terhadap upaya itu. Kami perlu dukungan semua pihak, termasuk aparat untuk memastikan pencak silat terus berkembang dengan baik," jelas dia.
Audiensi ini menjadi momentum bagi PB IPSI dan Persilat untuk mengingatkan semua pihak pencak silat adalah warisan budaya yang harus dijaga dengan baik. Baik Benny G Soemarsono maupun Teddy Suratmadji sepakat kolaborasi antara masyarakat, perguruan, dan aparat sangat penting untuk memastikan pencak silat dapat berkembang tanpa hambatan. Mereka juga menekankan pentingnya dialog dan introspeksi dari semua pihak agar insiden serupa tidak terulang lagi di masa depan. (nas)
(and_)