SOLO, solotrust.com – Es potong masih menjadi jajanan zaman dulu (Jadul) yang masih eksis hingga saat ini. Meskipun jajanan modern kini sudah mulai banyak bermunculan, namun es potong masih menjadi jajanan favorit di kalangan masyarakat.
Penjual es potong kini sudah mulai jarang ditemui, tidak seperti zaman dulu yang hampir ada di tiap jalan Kota Solo. Namun, ketika berkunjung ke area Pasar Gede, kita akan melihat beberapa gerobak kayuh berwarna biru dengan spanduk terpasang bertuliskan ‘Es Potong Djadoel Mandiri’.
Biasanya, beberapa penjual es potong akan menjajakan dagangan mereka di pinggiran jalan Pasar Gede. Salah satunya penjual es potong asli Boyolali, Yanto. Dia sudah mulai berjualan es potong sejak 15 tahun lalu atau pada 2009.
Dulu, Yanto menjual es potong miliknya di Jakarta. Namun, karena jaraknya terlalu jauh dari rumah yang membuatnya jarang pulang ke Boyolali, akhirnya Yanto mulai pindah berjualan ke Solo pada 2016.
"Ada 15 tahunan jualan ini, mulai sekitar 2009-an. Dulunya di Jakarta, terus pengin cari dekat-dekat rumah gitu, pulang-pulang cepat, jadi pindah ke sini. Kalau dari sini ke Boyolali kan paling satu jam sampai rumah, kalau Jakarta kejauhan. (Jualan di Solo) sekitar delapan tahun, berarti sekitar 2016-an," ungkap Yanto saat ditemui solotrust.com baru-baru ini.
Es potong memiliki bahan dasar dari santan kelapa, gula pasir, tepung kanji, tepung kue, dan buah-buahan asli. Racikan ini membuat es potong memiliki rasa sangat khas, yakni manis dan gurih yang bercampur dalam satu waktu. Sebelum disajikan, es potong terlebih dahulu dibaluri lelehan cokelat yang makin membuat rasa ketagihan di tiap gigitannya.
Teksturnya lembut ketika digigit dan akan langsung lumer di dalam mulut membuat siapa pun tak bisa menolak kenikmatan es potong, tak terkecuali orang-orang dewasa. Bahkan menurut Yanto, mayoritas pembeli es potong miliknya datang dari kalangan dewasa, jarang dia menemui anak-anak membeli dagangannya.
“Kalau sini, rata-rata dewasa semua. Anak kecil jarang di sini,” katanya.
Yanto mengaku dalam sehari, dia tidak menentu dapat menjual berapa buah dagangannya, namun setidaknya ada sepuluh batang es potong terjual setiap harinya.
“Enggak pasti, ya. Kalau hari biasa paling ya 15 sampai 20. Kalau hari Minggu, mungkin sampai 40 bisa habis. Kalau hari biasa minimal ya paling dikit sepuluh lah habis,” ujar Yanto.
Apalagi ketika musim penghujan datang, pendapatan dari penjualan es potong akan lebih menurun dibanding ketika musim kemarau panjang.
“Kalau musim hujannya panjang pasti turun hasilnya (pendapatan), tapi kalau kemaray panjang, pendapatan naik,” pungkas Yanto.
Yanto mulai menjual dagangannya pukul 09.00 hingga 17.00 WIB di sekitaran Pasar Gede. Varian rasa ditawarkan ada cokelat, durian, alpukat, nangka, ketan hitam, dan kacang hijau. Es potong yang dijualnya dihargai Rp5000 untuk semua varian rasa.
*) Reporter: Nur Indah Setyaningrum/Rimadhiana
(and_)