SOLO, solotrust.com – Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang ada di Indonesia. Kemudahan dalam perawatan serta warna, bentuk, dan corak bunga menarik menjadikan anggrek banyak digemari sebagian masyarakat Indonesia. Kini, banyak komunitas pecinta anggrek menyelenggarakan festival sebagai wadah pelestarian keanekaragaman hayati seperti bunga anggrek.
Salah satu komunitas yang menyelenggarakan festival anggrek ialah komunitas Suka Tanaman Hias Solo Raya (Sutasora). Mereka untuk kali pertama menyelenggarakan Solo Anggrek Festival 2025 pada 19 hingga 27 Juli 2025, pukul 10.00 hingga 22.00 WIB, bertempat di Gedung Graha Wisata Niaga Sriwedari. Acara ini berhasil menarik banyak minat masyarakat.
Antusiasme pengunjung terlihat sejak hari pertama festival dibuka. Berbagai jenis anggrek dipamerkan, mulai dari anggrek bulan, hingga spesies langka, seperti anggrek Papua jenis Dasi dan Catasetum (anggrek hitam), anggrek Phalaenopsis Gigantea, serta anggrek Spectabile yang jarang ditemukan di pasaran.
Ramainya pengunjung yang hadir dalam Solo Anggrek Festival 2025 turut memberi angin segar bagi pasar tanaman hias di Indonesia, khususnya sektor anggrek. Tak hanya menjadi ajang berkumpulnya para pecinta anggrek, festival ini juga berhasil menarik minat penghobi baru yang mulai tertarik untuk membudidayakan anggrek di rumah.
Kepala Pecinta Anggrek Indonesia (PAI) Jawa Tengah, Dody Nugroho, mengungkapkan maraknya penghobi baru dapat menjadi lonjakan penjualan anggrek luar biasa, sehingga mewujudkan sumber daya manusia (SDM) baru yang mampu menghadirkan peluang bisnis.
“Di sini banyak newbie, anggrek saya yang paling laku malah untuk pemula. Jadi, kalau ini terus tumbuh akan menjadi lonjakan penjualan anggrek yang luar biasa, daripada kita mengharapkan kolektor lama,” kata Dody Nugroho, saat wawancara bersama tim solotrust.com, Senin (21/07/2025).
“Iya, ada SDM atau penghobi penghobi baru yang baru menyukai anggrek dan itu jumlahnya naik sangat signifikan. Di sini sekitar 60 sampai 70 persen pengunjung yang datang itu penghobi baru. Adanya penghobi baru ini bisa menciptakan peluang bisnis baru,” sambungnya.
Tingginya animo masyarakat dan munculnya penghobi baru tentu menjadi peluang besar bagi perkembangan industri anggrek di Indonesia. Namun, di balik potensi tersebut, para pelaku usaha dan komunitas tanaman hias juga menghadapi berbagai tantangan yang tak bisa diabaikan.
Dody Nugroho menjelaskan, tantangan industri hayati, khususnya anggrek di Indonesia terdapat pada teknologi yang mengakibatkan kebergantungan impor bibit dari Taiwan.
“Tantangan kita ada di teknologi karena anggrek saat ini masih mengandalkan bibit impor dari Taiwan. Kita belum bisa menghasilkan kloningan anggrek yang kualitasnya bagus seperti itu. Jadi ini tantangannya ada di teknologi, padahal serapan anggrek di Indonesia itu sangat tinggi. Kita culture in vitro ini baru sebatas sebar biji, belum bisa untuk kloning,” jelas dia.
Kendati tantangan teknologi masih membayangi, para pecinta anggrek dan komunitas tanaman hias di berbagai daerah tidak tinggal diam. Mereka terus berupaya mengembangkan metode perbanyakan anggrek melalui teknik kultur jaringan secara mandiri.
Berbagai percobaan di laboratorium lokal mulai digalakkan guna menghasilkan bibit unggul yang mampu menyamai kualitas klon dari bibit impor, khususnya dari Taiwan. Semangat kolektif ini menjadi bukti pelaku industri anggrek di Indonesia memiliki tekad kuat untuk mandiri dan berdaya saing, sekaligus menjaga keberlanjutan industri hayati anggrek dalam negeri.
(and_)