Hard News

BPOM Tindak Sarana Peredaran Sekretom Ilegal di Magelang

Jateng & DIY

27 Agustus 2025 12:31 WIB

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

JAKARTA, solotrust.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sarana peredaran produk sekretom ilegal di wilayah Magelang, Jawa Tengah pada 25 Juli 2025. Temuan ini merupakan hasil pengawasan yang ditindaklanjuti dengan penindakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bersama Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri).

Sarana peredaran ini merupakan praktik dokter hewan berlokasi di Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah. Sekretom merupakan salah satu produk biologi, turunan dari sel punca/stem cell. Sekretom didefinisikan sebagai keseluruhan bahan yang dilepaskan sel punca, mencakup mikrovesikel, eksosom, protein, sitokin, zat mirip hormon (hormone-like substances), dan zat imunomodulator.



Penindakan di sarana tersebut berawal dari laporan masyarakat mengenai dugaan praktik pengobatan ilegal oleh dokter hewan yang dilakukan terhadap pasien manusia. Praktik pengobatan ini menggunakan produk sekretom ilegal yang disuntikkan secara intra muscullar seperti pada bagian lengan.

Sarana ilegal tersebut berada di tengah pemukiman padat penduduk serta melayani terapi/pengobatan kepada pasien yang sebagian besar merupakan pasien manusia. Sarana ini dikamuflasekan dengan mencantumkan papan nama berupa Praktik Dokter Hewan.

Hasil pengecekan dan pendalaman PPNS BPOM, diketahui sarana hanya memiliki perizinan untuk praktik dokter hewan. Pemilik sarana berinisial YHF (56) yang berprofesi sebagai dokter hewan tidak memiliki kewenangan untuk memberikan terapi/pengobatan kepada pasien manusia.

Produk sekretom yang digunakan sebagai terapi bagi pasien dibuat sendiri oleh dokter hewan tersebut dan belum memiliki nomor izin edar (NIE) BPOM. Produksi produk sekretom ilegal diduga dilakukan menggunakan fasilitas laboratorium di sebuah universitas di Yogyakarta. Pihak yang bersangkutan juga merupakan staf pengajar dan peneliti di universitas tersebut.

Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), tim PPNS BPOM menemukan dan mengamankan produk jadi berupa produk sekretom yang sudah dimasukkan ke dalam kemasan tabung eppendorf 1,5 ml. Cairan berwarna merah muda dan oranye ini dalam bentuk siap disuntikkan kepada pasien.

Selain itu, ditemukan 23 botol produk sekretom dalam kemasan botol lima liter yang tersimpan di dalam kulkas dan produk krim mengandung sekretom untuk pengobatan luka. Pada TKP juga ditemukan peralatan suntik serta termos pendingin yang berstiker identitas dan alamat lengkap pasien. Nilai keekonomian temuan di Magelang ini mencapai Rp230 miliar.

Produk sekretom ilegal itu telah digunakan pasien dari berbagai daerah di Indonesia. Pasien di wilayah Pulau Jawa yang pernah dilayani di sarana tersebut dapat dikirimkan produk sekretom untuk melanjutkan terapinya dengan bantuan tenaga kesehatan terdekat.

“Sementara untuk pasien-pasien yang berasal dari Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, atau wilayah lain di luar Pulau Jawa, termasuk dari luar negeri, melakukan pengobatan langsung di sarana tersebut,” terang Kepala BPOM saat memberikan penjelasan temuan ini di Kantor BPOM, Rabu (27/08/2025).

Keseluruhan barang bukti produk sekretom ilegal yang ditemukan telah dilakukan penyitaan oleh PPNS BPOM. Barang bukti tersebut disimpan di gudang barang bukti Balai Besar POM (BBPOM) di Yogyakarta untuk menjaga kestabilan produk selama proses penyidikan. Petugas juga telah menetapkan pemilik sarana YHF sebagai tersangka serta mengambil keterangan dari 12 orang saksi untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.

Tindakan mengedarkan produk sekretom ilegal ini diduga melanggar tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) serta Pasal 436 ayat (1) jo. Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pelaku usaha memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Selanjutnya, pelaku yang melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan juga dapat dikenai pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta.

BPOM berkomitmen untuk terus memperkuat pengawasan demi melindungi kesehatan masyarakat. BPOM mengajak peran aktif dari semua pemangku kepentingan, baik kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mendukung upaya pemberantasan peredaran sediaan farmasi ilegal secara optimal.

Risiko produk ilegal tidak hanya membahayakan kesehatan masyarakat penggunanya, namun berpotensi merugikan perekonomian negara dan menurunkan daya saing produk biologi dalam negeri.

BPOM mengimbau kepada para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dengan selalu mematuhi regulasi berlaku serta terus berkomitmen untuk bertanggung jawab menjamin produknya memenuhi ketentuan legalitas, keamanan, manfaat, dan mutu.

Masyarakat pun kembali diimbau untuk waspada dalam menggunakan terapi produk biologi di sarana pelayanan kesehatan. Pastikan sarana pelayanan kesehatan memiliki izin praktik resmi dan terapi dilakukan tenaga medis/kesehatan berizin.

Masyarakat diharapkan segera melapor apabila mengetahui atau menduga adanya kegiatan produksi, penyimpanan, atau distribusi produk biologi ilegal di lingkungannya. Laporan dapat disampaikan kepada BPOM melalui Contact Center HALOBPOM 1500533, Balai Besar/Balai/Loka POM terdekat, atau aparat penegak hukum setempat.

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya