SOLO, solotrust.com - Tertangkapnya tiga mahasiswa terduga teroris di Universitas Riau belakangan ini membuat pihak Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ikut bertindak. Pasalnya kasus itu dianggap menjadi rambu bagi perguruan tinggi lain di Indonesia.
Selain itu, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Hamli belum lama ini juga memaparkan data tujuh kampus yang terpapar paham radikalisme.
Berdasarkan data yang dirilis, tujuh kampus tersebut di antaranya Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan terakhir Universitas Brawijaya (Unibraw).
UNS memang tidak masuk dalam daftar kampus rawan terindikasi radikalisme, namun Wakil Rektor 3 UNS Prof Darsono menganggap radikalisme penting untuk diperangi bersama. Ia menyebutkan UNS terus meningkatkan kewaspadaan di lingkungan kampus.
"UNS harus semakin waspada untuk memagari warga kampus dari anasir radikalisme," kata Darsono kepada solotrust.com, Jumat (8/6/2018).
Eksklusif kepada solotrust.com, Darsono menuturkan pada masa Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB), mahasiswa baru akan dibekali pembinaan soft skill selama 10 hari.
"Mahasiswa baru akan kami 'karantina' selama 10 hari penuh, kami bekali nilai-nilai budaya UNS ACTIVE, nilai bela negara, nilai Pancasila, agar mereka nanti memiliki bekal landasan yang baik mengenai pemahaman sebagai warga negara, sebagai pembelajar dan calon ilmuwan untuk tidak berisiko terpapar oleh anasir radikalisme," ujarnya.
Sementara kepada mahasiswa lama, UNS akan semakin intensif melakukan tindakan persuasif, edukatif, dan silaturahmi serta menyelenggarakan pelatihan, diskusi yang berkenaan dengan nilai produktif untuk menghindarkan mereka dari pengaruh anasir radikalisme.
Menengok ke belakang, UNS telah mendeklarasikan sebagai Kampus Benteng Pancasila dan terus melawan berbagai macam aktivitas yang mengarah pada anasir radikalisme di ranah kampus.
Hal itu terlihat dari pelaksanaan ragam agama yang ada di UNS dengan tempat ibadah lengkap dalam satu kawasan sebagai pengamalan nilai-nilai agama.
"Tempat ibadah bagi seluruh umat lengkap di UNS, di mana ada masjid, gereja Kristen, gereja Katholik, pura, dan vihara dalam satu kawasan yang kami sebut kawasan pengamalan nilai-nilai agama," imbuhnya.
Pengaruh Banyak Pihak
Darsono menilai, gerakan paham radikal bisa dibawa oleh siapa saja. Menyikapi hal ini, Rektorat berkoordinasi dengan pembimbing akademik mahasiswa di masing-masing jurusan untuk lebih memantau anak didiknya dan aktif berkomunikasi dengan orang tua mahasiswa.
"Artinya bahwa gerakan ini tidak bisa aktif hanya dilakukan satu pihak saja tapi juga bisa dilakukan para pihak yang berhubungan dengan proses pendidikan tinggi, baik itu alumni, dosen, tenaga kependidikan hingga orang tua," terang lulus pendidikan Doktor Ekonomi Pertanian, Institut Pendidikan Bogor itu.
Menurutnya, pembimbing akademik adalah sarana monitor yang paling efektif di lingkungan kampus karena merupakan instrumen yang paling lekat dengan mahasiswa.
"Pembimbing akademik harus lebih aktif untuk berkomunikasi dengan orang tua, jalur itu yang akan kita gunakan," ucapnya.
Menyoal kerawanan, Darsono tidak menampik bahwa lingkungan kampus atau perguruan tinggi termasuk lingkungan yang rawan akan paham radikalisme, oleh sebab itu perguruan tinggi harus membentengi mahasiswanya dengan ideologi Pancasila.
Bahkan, baru-baru ini UNS me-launching 'Gerakan Membaca Kitab Suci Setiap Hari bagi Semua Pemeluk Agama Masing-masing' sebagai perwujudan komitmen UNS sebagai Kampus Benteng Pancasila.
Dirinya berharap UNS yang tidak masuk dalam daftar kampus rawan radikalisme, dapat menjadi role model perguruan tinggi lain sebagai Kampus Benteng Pancasila.
Ia menambahkan, perguruan tinggi sebagai agen perubahan harus bisa menempatkan misi sebagai pusat inovasi dan misi sebagai pembentuk dan pembangunan moralitas bangsa dalam hal ini konteksnya berbasis nilai Pancasila.
"Prinsip dasar Pancasila sebagai fundamental bernegara sudah tidak bisa ditawar lagi. Pancasila sebagai nilai dasar Indonesia itu mampu memberikan referensi dalam hal memberikan kesadaran psikologis, pikiran, dan tindakan seluruh warga negaranya," tandasnya.
Kemudian ihwal rencana Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir yang akan mengumpulkan sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) untuk menindaklanjuti rilis data kampus terpapar radikalisme, pihaknya mengaku hingga saat ini belum dapat informasi terkait itu. (adr)
(way)