JAKARTA, solotrust.com - Berdasarkan Undang-Undang, Kementerian Agama berkewajiban memberikan tiga hal kepada jamaah haji yang termasuk dalam kuota resmi Indonesia. Tiga hal itu adalah pembinaan, pelayanan dan perlindungan jamaah. Namun demikian, ketiga hal itu tidak berlaku bagi jamaah haji Indonesia berangkat ke Tanah Suci bukan melalui jalur resmi pemerintah atau dikenal dengan jamaah haji nonkuota.
“Oleh karena itu, pemerintah tidak menyarankan masyarakat berangkat haji melalui jalur nonkuota,” tegas Direktur Bina Haji Kementerian Agama, Khoirizi H Dasir di Jakarta, saat Pembekalan Pengawas Ibadah Haji Khusus 1439H/2018M yang diselenggarakan Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus, dilansir dari laman resmi Kementerian Agama RI, kemenag.go.id, Sabtu (14/07/2018).
Menurutnya, jamaah haji termasuk dalam kuota resmi pemerintah terbagi dalam dua kelompok, yakni jamaah haji reguler dan jamaah haji khusus. Pada tahun ini kuota resmi pemerintah Indonesia berjumlah 221 ribu jamaah dengan rincian 204 ribu jamaah haji reguler dan 17 ribu jamaah haji khusus.
Meski demikian, di lapangan ternyata ditemukan pula jamaah haji asal Indonesia berangkat bukan menggunakan kuota pemerintah Indonesia. Ini yang kemudian masyarakat mengenal sebagai jamaah haji nonkuota.
Tak seperti jamaah haji nonkuota, jamah haji khusus memiliki hak sama dengan jamaah reguler. Mereka berhak mendapatkan pembinaan, pelayanan serta perlindungan selama melaksanakan ibadah haji. Mengingat pelaksanaan ibadah haji khusus merupakan tanggung jawab Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) bukan pemerintah, maka menurut Khoirizi H Dasir diperlukan pengawasan ketat dari pemerintah.
“Misalnya, pengawas harus memeriksa apakah para jamaah haji khusus ini telah mendapatkan manasik haji yang cukup,” ujar pria kelahiran Lubuk Lingau ini memberikan contoh.
Perlindungan jamaah menjadi amat penting karena berdasaran pengalaman, Khoirizi H Dasir mengaku kerap mendapati jemaah haji Indonesia terlunta-lunta saat di Tanah Suci.
“Kalau jamaah haji khusus bisa kita bantu tangani karena kita bisa cari PIHK-nya untuk bertanggung jawab. Celakanya, kalau jamaah haji nonkuota, siapa yang tanggung jawab,” pungkas Khoirizi H Dasir.
(and)