Serba serbi

Misteri Piramida Giza, Benarkah Dapat Memfokuskan Energi Elektromagnetik?

Musik & Film

1 Agustus 2018 18:45 WIB

Piramida (Independent-Supreme Council of Antiquities)

SOLO, solotrust.com - Sebuah studi, baru-baru ini mengungkap Piramida Giza kemungkinan dapat memusatkan radiasi elektromagnetik di dalam jaringan ruang internal dan bagian bawah dasarnya.

Penelitian teoretis oleh tim ilmuwan Rusia bertujuan memahami bagaimana piramida akan merespon gelombang radio yang diarahkan padanya, dengan tujuan menciptakan kembali bentuknya pada skala nano. Para ilmuwan berharap bisa menggunakan temuan mereka dalam aplikasi teknologi seperti membuat sel surya yang efektif.



Spekulasi tentang keberadaan piramida Mesir sudah lazim sejak awal abad ke-20, bahkan strukturnya telah dikaitkan dengan segala sesuatu mulai dari alien hingga kiamat.

Sebagai piramida Giza tertua dan terbesar, Piramida Besar yang dibangun untuk Firaun Khufu ribuan tahun lalu telah menarik beberapa teori. Dalam makalahnya, para ilmuwan mengakui bahwa "struktur menakjubkan ini membangkitkan imajinasi orang memunculkan berbagai cerita dan asumsi tak berdasar".

Para ilmuwan sendiri cenderung menggunakan teknik modern untuk mengeksplorasi misteri kehidupan nyata dari piramida. Mereka menggunakan model matematika untuk memahami bagaimana cahaya akan bereaksi dengan nanopartikel hipotetis berbentuk seperti keajaiban dunia kuno.

"Piramida Mesir selalu menarik perhatian besar," kata Dr Andrey Evlyukhin dari Universitas ITMO, salah satu penulis studi tersebut.

"Kami sebagai ilmuwan juga tertarik pada hal itu, jadi kami memutuskan untuk melihat Piramida Besar sebagai partikel yang menghamburkan gelombang radio," tambahnya, dilansir dari Independent, Rabu (01/08/2018)

Penelitian mereka telah dipublikasikan dalam Journal of Applied Physics.

Para ilmuwan memerkirakan bahwa apa yang disebut "resonant" dapat dicapai dalam piramida menggunakan panjang gelombang radio mulai dari 200m hingga 600m, yang berarti energi elektromagnetik akan terkonsentrasi di dalam dan di bawah struktur.

"Karena kurangnya informasi tentang sifat fisik piramida, kami harus menggunakan beberapa asumsi," kata Dr Evlyukhin.

“Sebagai contoh, kita mengasumsikan bahwa tidak ada rongga yang tidak diketahui di dalamnya, dan bahan bangunan dengan sifat-sifat batu kapur biasa tersebar merata di dalam dan keluar dari piramida. Dengan asumsi-asumsi ini, kami memperoleh hasil menarik yang dapat menemukan aplikasi praktis penting.”

Minat tim terhadap penelitian Piramida Besar kali pertama ketika mereka tengah menyelidiki interaksi antara cahaya dan nanopartikel tertentu. Cahaya dapat dikontrol pada skala nano dengan memvariasikan ukuran, bentuk dan indeks bias dari bahan sumber nanopartikel.

Sekarang, para ilmuwan ingin mencari tahu apakah dengan nanopartikel berbentuk seperti Piramida Besar bisa membuat mereka berinteraksi dengan cahaya, sebagaimana ketika berinteraksi dengan gelombang radio memusatkan energinya ke area-area tertentu.

"Memilih bahan dengan sifat elektromagnetik yang sesuai, kita dapat memperoleh nanopartikel piramida dengan konsekwensi untuk aplikasi praktis dalam nanosensor dan sel surya yang efektif," kata Dr Polina Kapitanova, ahli fisika Universitas ITMO lainnya.

Ini bukan kali pertama dunia fisika dan penelitian piramida bertabrakan. Sebelumnya, dalam makalah diterbitkan di jurnal Nature pada 2017, para ilmuwan menggunakan teknik fisika partikel untuk menemukan ruang baru di dalam Piramida Besar yang kali pertama diungkap sejak abad ke-19.

(and)