Serba serbi

Duh, Desa Ini Larang Keberadaan Kucing

Musik & Film

30 Agustus 2018 18:45 WIB

Kucing (BBC News-Getty Images)

SOLO, solotrust.com - Sebuah desa kecil di pantai Selatan Selandia Baru hendak menerapkan rencana radikal guna melindungi satwa liar aslinya dengan melarang keberadaan kucing.

Atas usulan Environment Southland, pemilik kucing di Omaui harus bersikap netral dan mendaftarkan hewan peliharaannya kepada otoritas lokal. Bahkan, setelah hewan itu mati, pecinta kucing tidak akan diizinkan untuk mendapatkannya lagi.



Kedengarannya cukup ekstrem, tapi mungkin ada sesuatu harus dipertimbangkan komunitas. Bagaimanapun juga, kucing bertanggung jawab atas kematian miliaran burung dan mamalia setiap tahun.

Kepala Pusat Burung Migran Smithsonian, Dr Peter Marra telah menulis jurnal dan buku tentang masalah ini.


"Kucing adalah hewan peliharaan yang indah. Mereka hewan peliharaan spektakuler, tetapi seharusnya tidak diperbolehkan berkeliaran di luar rumah. Ini adalah solusi yang sangat jelas," ujarnya, dilansir dari BBC News, Kamis (30/08/2018).

"Kami tidak akan membiarkan anjing melakukan itu. Sudah waktunya kita memperlakukan kucing seperti anjing," tambah Marra.

Di Omaui, para pejabat setempat mengatakan tindakan itu dibenarkan. Kamera telah menunjukkan kucing berkeliaran memangsa burung, serangga dan reptil di daerah tersebut.

"Jadi kucing Anda dapat menjalani kehidupan alaminya di Omaui, melakukan apa yang dilakukannya. Tetapi kemudian ketika ia mati, Anda tidak akan dapat menggantinya," kata Manajer Operasi Keamanan-Bio, Ali Meade.


Inisiatif ini adalah bagian dari rencana pengelolaan hama regional. Ketua Omaui Landcare Charitable Trust, John Collins berupaya memperjuangkan larangan untuk melindungi cagar alam bernilai tinggi di sana.

"Kami bukan pembenci kucing, tetapi kami ingin lingkungan kita menjadi kaya margasatwa," kata dia, sebagaimana dilaporkan Otago Daily Times.

Perdebatan tentang populasi kucing dan ekosistem lokal memang sudah tidak asing lagi di Omaui. Para ilmuwan konservasi telah lama memperingatkan tentang dampak kucing liar pada sistem lingkungan global. Binatang ini disebut masuk dalam kategori seratus spesies invasif nonpribumi terburuk di dunia.


Menurut Dr Marra, kepunahan 63 spesies di dunia saat ini terkait dengan populasi kucing. Masalahnya diperparah di daerah-daerah dengan ekosistem sangat sensitif, seperti Selandia Baru.

"Kedengarannya ekstrem, tapi situasinya sudah di luar kendali," ucapnya.

Dr Marra percaya pecinta kucing di dunia harus menyematkan pola pikir berbeda terhadap hewan peliharaannya. Mereka harus diadopsi jika memungkinkan, kemudian dikebiri dan dipelihara di rumah atau dalam lingkungan terkendali.

"Permasalahan ini bukan kesalahan kucing, itu kesalahan manusia," tegas dia.

(and)