Pend & Budaya

SKTM Tak Lagi Berlaku dalam PPDB, Siswa Tak Mampu Gunakan Ini

Pend & Budaya

2 Februari 2019 06:12 WIB

Ilustrasi (Dok Tribrata News Polda Jateng)

JAKARTA, solotrust.com – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan bahwa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) tidak bisa lagi digunakan sebagai syarat dalam seleksi Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini.

Aturan ini berangkat dari kasus carut-marutnya seleksi PPDB tahun 2018 yang menggunakan SKTM. Tahun lalu, ditemukan oknum masyarakat yang melakukan penyimpangan dengan SKTM untuk mendaftarkan anaknya di sekolah tujuan.



Bahkan di Provinsi Jawa Tengah, didapati lebih dari 78.000 orang tua siswa yang memalsukan SKTM demi memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah favorit yang diinginkan.

Kasus ini pun menjadi perhatian utama Gubernur Ganjar Pranowo. Ia sampai turun langsung mengecek sejumlah sekolah yang ditengarai jadi sasaran penyimpangan SKTM. Tahun ini, pihaknya telah menghapus SKTM sebagai syarat PPDB di daerahnya.

Kemendikbud juga menaruh perhatian besar dalam kasus ini. Belajar dari tahun lalu, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, pada pelaksanaan PPDB pada tahun 2018 belum semua sekolah menggunakan seleksi jarak dalam menerima peserta didik  baru. Justru ditemui banyak penyimpangan dari penggunaan SKTM.

“Banyak orang mengaku jadi keluarga miskin, yang dipilih adalah sekolah idaman,” ujar melalui keterangan tertulisnya, belum lama ini.

Untuk itu, Pemerintah tahun ini fokus menerapkan kuota zonasi minimal 90 persen. Di dalamnya sudah termasuk bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu dan penyandang disabilitas.

“Sekolah wajib menerapkan kuota zonasi minimal 90% termasuk di dalamnya bagi anak-anak tidak mampu,” tambah Staf Ahli Menteri Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana Girsang.

Ia menjelaskan, seiring dengan tidak berlakunya lagi SKTM dalam proses PPDB, siswa yang tidak mampu dapat melampirkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) maupun kartu lain yang sejenis seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) sebagai penanda keluarga miskin.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB, pada pasal 19 disebutkan, kuota paling sedikit 90 persen dalam jalur zonasi termasuk kuota bagi peserta didik tidak mampu dan/atau anak penyandang disabilitas pada sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.

Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan bukti keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Mendikbud juga menekankan bahwa basis data keluarga miskin cukup dari penerima KIP atau kartu sejenis baik yang menjadi program pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu, bagi keluarga miskin yang belum memiliki kartu-kartu tersebut, dapat meminta sekolah untuk membuat rekomendasi.

Caranya, sekolah pada jenjang sebelumnya melampirkan surat rekomendasi berisi data historis yang menyatakan bahwa benar siswa yang bersangkutan terdaftar sebagai siswa miskin. Dengan begitu, kebijakan zonasi dapat diterapkan lebih optimal.

“Saya berharap terjadi perubahan pola melalui kebijakan PPDB tahun ini. Jika dulu siswa mendaftar ke sekolah, sekarang sekolah yang proaktif mendaftar peserta didiknya,” tutur Mendikbud.

(way)