SOLO, solotrust.com - Tak seperti biasanya, suasana riuh tak terasa di salah satu ruang sudut Barat Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sriwedari 197 Solo. Hanya ada satu wajah baru, Azzam Maruf Bi Qolbi yang menjadi satu-satunya siswa yang masuk di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022.
Selama dua hari Azzam sendirian tanpa kawan sebaya,m kendati sebenarnya ia masih ditemani satu siswa lain yang tahun lalu tak naik kelas. Siswa itu diketahui absen di dua hari pertama, Senin (11/07/2022) kemarin. Azzam pun dua hari pertama sendiri sepi tak berkawan.
Alih-alih ditemani kawan sebaya, ia mesti menatap beberapa wajah pewarta yang ingin menilik kegiatan belajar mengajarnya.
Suasana seperti itu nyatanya bukan kali pertama terasa di gedung sekolah yang berada di jantung Kota Bengawan atau tepatnya beralamat di Jalan Kebangkitan Nasional, Sriwedari, Laweyan, Solo. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah rombongan belajar (Rombel) dalam satu kelas tak lebih dari lima anak.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Solo, Dian Rineta menyebut kondisi demikian disebabkan beberapa faktor.
Dugaannya, minimnya pendaftar di sekolah itu disinyalir lantaran kondisi demografi Kelurahan Sriwedari yang minim pemukiman. Sementara di beberapa sudut kelurahan itu banyak berdiri perhotelan, perkantoran, hingga fasilitas umum.
"Situ bukan lingkungan pemukiman, jadi Sriwedari itu memang tidak ada yang daftar," ujar Dian Rineta ditemui solotrust.com, Selasa (12/07/2022) sore.
Selain itu, faktor pilihan orangtua yang memilih menyekolahkan anak ke sekolah swasta juga menjadi sebab. Tahun ini hanya ada tiga pendaftar di mana dua pendaftar menjadikan SDN Sriwedari sebagai pilihan kedua saja.
"Kami sebenarnya sudah buka satu tanggal kemarin di tanggal 27 Juni di mana seluruh peserta didik yang belum mendapatkan sekolah boleh mendaftar kembali, dan boleh di mana saja, tetap nggak ada," tuturnya.
Kekurangan murid yang berangsur beberapa tahun terakhir berimbas pada berkurangnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sebagaimana diketahui, dana itu menyesuaikan jumlah siswa di sekolah.
Kurangnya dana BOS itu juga mengakibatkan sekolah makin tak terawat, apalagi beberapa tahun terakhir SDN Sriwedari 197 terus mengalami kerusakan fisik. Nampak beberapa ruang kelas, musala hingga beberapa ruang lain nyaris dikatakan tak layak pakai.
"Sebenarnya dulu bagus. Kenapa seperti itu karena dana BOS yang diterima itu otomatis sesuai siswa," ucap Dian Rineta.
Menurut informasi, kerusakan ruang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir, setidaknya sejak pandemi Covid-19 saat sekolah behenti bersktivitas fisik sementara.
Dian Rineta mengungkapkan, selain dana BOS, kerusakan itu sebenarnya dapat ter-cover dana lain lewat Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hanya, dana itu akan terkucur setelah melewati beberapa prosedur.
"Semakin baik sekolah menggelola datanya, semakin besar mendapatkan DAK," paparnya.
Sedang godok solusi
Dian Rineta mengatakan, sejauh ini pihaknya terus mengkaji akar masalah ihwal kekurangan murid itu secara komprehensif. Tak hanya di Sriwedari, masalah serupa juga terjadi setidaknya di sepuluh SD Kota Solo.
Salah satu aspek itu ialah kemungkinan untuk dilakukan regrouping alias penggabungan sekolah. Dampak dari regrouping juga dikaji.
"Melihat kondisi ini kami sedang memetakan beberapa sekolah yang kondisinya hampir sama dengan SDN Sriwedari nanti akan kami kaji. Kami lihat beberapa aspek, termasuk regrouping," jelas dia.
Kajian itu, ungkap Dian Rineta, mesti dikoordinasikan dengan pelbagai pihak terkait, baik di kedinasan, tokoh masyarakat setempat hingga pemerintah setingkat kecamatan dan kelurahan.
"Kami akan koordinasi dengan wilayah mengundang beberapa tokoh masyarakat setempat, masalahnya apa toh," ucapnya.
Apalagi kondisi ini sudah berangsur tahunan.
"Banyak aspek yang harus kami cermati, kasus ini kan sudah bertahun-tahun ya, masalahnya bukan tidak dipilih, tetapi tidak ada yang memilih," tukasnya. (dks)
(and_)