JAKARTA, solotrust.com- Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto menjelaskan, pentingnya seluruh pekerja mendapatkan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ia mencontohkan seperti kecelakaan yang dialami Donny Saputra Listi, pekerja non ASN Dinas Pemadam Kebakaran Kota Tangerang Selatan. Donny mengalami kecelakaan saat bekerja dimana mobil Damkar yang ditumpangi terbalik dan mengakibatkan pendarahan di otak dan harus dilakukan tindakan operasi bedah kepala.
"Beliau merupakan pekerja Non ASN yang dilindungi BPJS Ketenagakerjaan. Semua risiko yang terjadi saat yang bersangkutan bekerja sudah menjadi tanggung jawab kami, dan kami akan memberikan pelayanan yang optimal sampai pekerja sembuh, tanpa batasan biaya,” terang Agus melalui siaran pers yang diterima solotrust.com, Rabu (6/2/2019).
Seluruh pekerja yang dimaksud adalah orang yang mendapat penghasilan, baik menerima upah atau bukan penerima upah, pekerja formal ataupun informal, Non ASN (Aparatur Sipil Negara), hingga buruh harian lepas. Mereka semua wajib memiliki perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan undang-undang.
"Hingga akhir Desember 2018, jumlah pekerja di Indonesia yang telah memiliki perlindungan program BPJS Ketenagakerjaan mencapai 50 juta pekerja, dimana 1,5 juta pekerja di antaranya merupakan pegawai non ASN," tegasnya.
Peraturan Pemerintah (PP) 49 tahun 2018 yang baru disahkan menegaskan perlindungan jaminan sosial bagi PPPK dan Non ASN dilaksanakan sesuai sistem jaminan sosial nasional (SJSN). Sesuai UU, SJSN dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Pemberian layanan dan kepastian manfaat yang didapat peserta serta relasi baik dengan pemerintah daerah dinilai mampu menjadi jawaban atas pencapaian jumlah pegawai non ASN yang cukup tinggi. Meski masih banyak hal yang perlu diperhatikan agar implementasi perlindungan bagi seluruh pekerja non ASN dapat terwujud.
Sistem Jaminan Sosial Nasional menunjuk BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sebab dinilai berpengalaman puluhan tahun dan tercatat baik dalam menjalankan tugas. Karena bersifat nirlaba, BPJS memastikan iuran tidak memberatkan, pengelolaan dana optimal untuk kepentingan peserta, terus meningkatkan manfaat, dan bukan mencari keuntungan.
Ia mengungkap, manfaat program BPJS Ketenagakerjaan terus ditingkatkan hingga saat ini, seperti peningkatan manfaat JKK dan beasiswa yang akan segera disahkan pemerintah dalam waktu dekat. Ini merupakan komitmen BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan perlindungan menyeluruh untuk seluruh pekerja di Indonesia.
“Harapan kami, seluruh pekerja dapat merasakan manfaat maksimal sebagai bentuk perwujudan hadirnya negara dalam menjamin masa depan yang sejahtera bagi seluruh masyarakat pekerja,” tuturnya.
Jaminan sosial adalah hak setiap warga negara untuk mendapat kepastian atas perlindungan dan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Negara membentuk lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai kewajiban negara dalam melindungi warganya. Program jaminan sosial mencakup Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, dan Jaminan Pensiun.
Penyelenggara yang dibentuk negara untuk menjalankan program itu dibentuk berdasar UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan ini sebagai tindak lanjut UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menginstruksikan agar dibentuk badan penyelenggara untuk menjalankan fungsi sebagai penyelenggara jaminan sosial.
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan adalah 2 lembaga jaminan sosial yang resmi dibentuk berdasar regulasi itu, masing-masing bertugas memberi perlindungan jaminan sosial bagi WNI dan bersifat nirlaba. BPJS Kesehatan menjamin pemberian layanan dan perlindungan atas risiko gangguan kesehatan. Sementara BPJS Ketenagakerjaan secara spesifik memberi perlindungan ke seluruh pekerja di Indonesia dengan 4 program jaminan sosial ketenagakerjaan selain program kesehatan. (Rum)
(wd)