JAKARTA, solotrust.com- Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai seharusnya tidak ada lagi polemik terkait pengelolaan jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia. Karena jika mengacu kepada UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), seharusnya pelaksanaan jaminan sosial PPPK dan honorer harus kelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pihaknya menilai ada dampak positif dari segi pembiayaan jika ASN gabung ke BPJS Ketenagakerjaan, sebab akan membantu APBN. Ia menjelaskan bila Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 di pasal 30 menyebutkan iuran Jaminan Kematian (JKM) naik 0,72 persen (dari gaji pokok) sebelumnya 0,3 persen, jadi iuran hanya segitu, sementara Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) tetap.
"Poinnya kalau 0,72 dibanding 0,3 PPPK dan sebagainya dibayar bisa lebih mahal. Kalau dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan ada kelebihan 0,42. Saya sudah hitung PNS dengan kelebihan 0,42 persen nilainya sampai Rp 1,2 triliun. Jadi ada inefisiensi segitu. PPPK honorer dan sebagainya kalau diberlakukan juga akan jadi defisit lagi ini rugikan APBN," paparnya melalui siaran pers yang diterima solotrust.com, Jumat (8/2/2019).
Selain itu, lanjut Timboel, PT Taspen sendiri bukan lembaga nirlaba seperti prinsip SJSN yang selama ini dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dimana BPJS memastikan dengan iuran yang tidak memberatkan dan harus dikelola dengan optimal untuk kepentingan peserta, termasuk terus meningkatkan manfaat, bukan untuk mencari keuntungan.
Dari segi manfaat yang didapatkan oleh peserta, Timboel juga menilai pengelolaan jaminan sosial ketenagakerjaan ASN lebih tepat dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
"BPJS Ketenagakerjaan menjalankan prinsip gotong royong. Mereka mampu memberikan pelayanan lebih. Potensi peningkatan manfaat lebih banyak. Dibandingkan segmented. Lagi pula kenapa JKM dan JKK harus dipisah-pisah," pungkasnya. (Rum)
(wd)