Hard News

Kenaikan Harga Garam Tak Pengaruhi Komoditas Telur Asin di Pasar Legi

Jateng & DIY

10 Agustus 2017 11:58 WIB

SOLO, solotrust.com — Harga garam diberbagai daerah masih mengalami kenaikan, tapi harga garam di Pasar Legi perlahan mulai stabil. Meskipun demikian, harga tersebut masih di kisaran Rp 24 ribu per pak untuk garam batangan, sedangkan harga garam halus masih berada di angka Rp 27 ribu per pak.
Meskipun harga garam tersebut cenderung mengalami kenaikan, namun hal itu tidak mempengaruhi untuk komoditas lain seperti telur asin.
Salah satu pedagang telur asin, Mulyanto mengatakan, dia masih menjual telur asin dengan harga Rp.2500 untuk jenis biasa. Berbeda dengan harga untuk telur asin open yang ia bandrol dengan harga harga Rp.3000.
Menurut Mulyanto, dia sengaja tidak menaikan harga telur asin lantaran menjaga kesetaraan harga antar penjual satu dan yang lainnya.
“Kestabilan harga telur asin ini sebenarnya dimulai dari Lebaran kemarin hingga saat ini,” imbuhnya.
Sekadar informasi tambahan, pemerintah akhirnya mengimpor garam guna mengatasi kelangkaan tersebut. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pihaknya sudah menerbitkan izin impor garam untuk industri.
“Saya keluarkan izin (impor garam) untuk industri. Aman sudah,” kata Enggartiasto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Menurut Enggartiasto, keputusan itu berdasarkan rapat di Kantor Wakil Presiden, yang menyepakati rekomendasi impor garam dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diserahkan kepada Kementerian Perdagangan.
Sebelumnya, impor semua jenis garam baru bisa dilakukan jika ada ada rekomendasi dari KKP. Berdasarkan arahan dari Menko Perekonomian, rekomendasi selanjutnya akan dilimpahkan ke Kemendag.
“Wapres mengarahkan agar dituangkan saja secara permanen di Permendag agar impor garam industri rekomendasinya langsung diserahkan ke Menteri Perdagangan. Sambil menunggu itu, impor untuk kebutuhan industri sudah keluar sesuai permintaan. Ada lima atau enam permintaan,” ujar Enggartiasto.
Sementara untuk garam konsumsi, Enggartiasto mengatakan, pihaknya tengah menghitung berapa kebutuhan dan menunggu rekomendasi dari KKP.
“Itu (garam konsumsi) harus dari KKP. Itu tidak didelegasikan kepada kita. Garam industri sudah clear, garam konsumsi segera akan dimintakan,” kata dia.
Garam impor asal Australia sudah tiba di Indonesia sejak hari ini di pelabuhan Ciwandan, Banten. Pada Jumat (11/8) besok, giliran pelabuhan Tanjung Perak yang kedatangan garam dari negeri Kangguru.
Kedatangan garam tersebut seperti dilansir Kompas, sempat dikhawatirkan akan mengganggu produksi petani garam yang tengah meningkat, khususnya di kawasan Madura.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengaku impor garam tersebut tidak menggangu para petani garam. Sebab, kuota impor yang diberikan pemerintah sudah diperhitungkan dengan kebutuhannya.

“Kan sudah diatur dari awal. Makanya kita izinkan (impor) 75.000 ton.
Kebutuhan kita 100.000 ton ya kan. Untuk bulan Agustus karena belum berproduksi, sisa produksi dari Juli cuman 6.000 ton kalo gak salah,” ujarnya di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (10/8).

“Sehingga kebutuhan 100.000 dengan 75.000 itu gak tercapai seharusnya. Tapi kan sudah mulai produksi akhir Agustus. Ya jadi tidak ganggu produksi dalam negeri dan kebutuhan tetap terpenuhi,” sambungnya.



Menurut dia, impor yang dilakukan pemerintah hanya sebagai stimulus dalam mendorong produksi garam dalam negeri. Selain itu, impor tersebut digunakan untuk menutup produksi yang kurang. “Itu hanya untuk mengisi kekosongan akibat produksi yg berhenti,” terangnya.

Sementara Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan, dibutuhkan 13 ribu ton garam untuk memenuhi pasokan di pasar tradisional.
“Harga masih tinggi di Rp 4.000 per kilogram, untuk kondisi normal biasanya Rp 1.000 per kilogram,” ujarnya.
Abdullah sebagaimana dilansir Tempo mengatakan, pihaknya bakal mengawasi proses distribusi garam impor yang didatangkan dari Australia. Pasalnya, menurut dia, pengolahan dari IKM biasanya membutuhkan waktu lama untuk sampai ke pasar tradisional.
“Barang ada saat ini di pasaran, tetapi merupakan stok lama. Sejauh ini, belum ada gelontoran dari pemerintah,” ujarnya.
 
 
Dhika Lukmana

(Patner)