SOLO, solotrust.com – Keraton Kasunanan Surakarta menggelar hajad dalem Garebeg Pasa Tahun Be 1952 atau Grebeg Syawal 1440 H. Gunungan jaler (laki-laki) dan estri (perempuan) dikeluarkan dan diarak dari Keraton menuju Masjid Agung Surakarta oleh para abdi dalem beserta sebanyak 25 ancak cantaka berisi tumpeng sewu, Kamis (6/6/2019).
Seperti tradisi tahun-tahun sebelumnya, gunungan itu lantas diperebutkan masyarakat yang hadir karena dianggap sebagai sarana pembawa berkah setelah didoakan oleh ulama di Masjid Agung. Ratusan masyarakat sudah menyemut di titik-titik lokasi kirab sejak pukul 08.30 WIB sedangkan kirab baru dimulai pukul 10.30 WIB.
Adapun gunungan jaler yang dikeluarkan berisi makanan mentah hasil bumi seperti polo pendem, polo kesrimpet dan polo gantung bentuknya tinggi dan ramping sementara gunungan estri berbentuk pipih melebar berisi makanan matang atau jajan pasar salah satunya rengginang. Makna sepasang gunungan ini diibaratkan seperti sebuah rumah tangga antara laki-laki dan perempuan yang menghasilkan keturunan.
Gunungan jaler memiliki makna bahwa laki-laki harus bekerja untuk memberikan penghidupan bagi keluarga sedangkan gunungan estri menggambarkan perempuan harus mampu mengolah hasil bumi menjadi makanan untuk kebutuhan rumah tangga.
Pangageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KGPH Dipokusumo menuturkan, Grebeg Syawal ini dilaksanakan dalam rangka merayakan Idulfitri 1440 H sebagai wujud syukur setelah menunaikan ibadah puasa selama 30 hari bulan Ramadan dengan lancar.
”Kegiatan ini sebagai rasa syukur atas kemenangan setelah melakukan puasa selama satu bulan dan segala anugerah yang diberikan Tuhan. Adanya Gunungan Jaler dan Gunungan Estri menyimbolkan kehidupan umat manusia tak dapat lepas dari bersatunya laki-laki dan perempuan," ujarnya kepada wartawan.
Pria yang akrab disapa Gusti Dipo itu juga menyampaikan bila gunungan tersebut merupakan bentuk kepedulian raja kepada rakyat atas hasil bumi yang didapatkan sebagai anugerah dari Tuhan. Gunungan pun dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
"Gunungan ini melambangkan bahwa raja telah berbagi hasil bumi kepada rakyat," imbuh dia.
Tentu saja, masyarakat menyambut gunungan merasa sangat senang, bisa ambil bagian dalam hajad dalem keraton yang diselenggarakan satu tahun sekali ini. Seperti yang dirasakan Septi (30) warga Jebres. Ia mengaku baru pertama kali ikut berebut gunungan. Ia meyakini bahwa isi gunungan yang telah didoakan ini dapat membawa berkah bagi dirinya sekaligus bentuk kepeduliannya terhadap kelestarian tradisi lokal ini.
”Ini dapat rengginang, sengaja milih yang bisa langsung dimakan, sudah mengincar tadi. Saya baru pertama kali ikut berebut, biasanya cuma menyaksikan dari kejauhan, karena telat berebut, tapi kali ini saya posisikan diri di depan biar dapat bagian, dan harapannya dapat keberkahan,” ujar Septi. (adr)
(wd)