BOYOLALI, solotrust.com – Berbagai cara dilakukan calon jemaah haji agar tidak tersesat dan terpisah dari rombongan selama menjalankan ibadah haji di Arab Saudi. Tak terkecuali seperti yang dilakukan calon jemaah haji kloter 45 asal Cilacap, Jawa Tengah. Saat memasuki Gedung Jedah Embarkasi Donohudan, Boyolali, mereka terlihat mengenakan topi dari bambu atau biasa disebut caping.
Topi bambu khas Cilacap ini biasanya digunakan warga ke sawah. Namun bagi rombongan kloter 45 ini, caping atau tudung dipakai sebagai identitas kloter 45.
Salah satu calon jemaah haji, Teguh Kuat, mengatakan caping ini sebagai bentuk tanda pengenal rombongannya agar mudah dikenali saat berada di Tanah Suci. Mengingat di sana akan berkumpul banyak orang dari seluruh penjuru dunia.
“Untuk ciri khas dari rombongan kami agar mudah dikenali. Karena identitas-identitas di sana kan sudah banyak terutama warna, dan tentunya dengan tudung (caping) ini diharapkan bisa mengenali kalau itu satu rombongan,” ujar Teguh, Kamis (10/8/2017).
Selain itu, caping tersebut juga sebagai alat pelindung panas saat berada di Tanah Suci. Calon jemaah menggunakan caping tersebut sebagai antisipasi karena suhu di sana saat ini terpantau sangat panas.
“Kita harus memaksimalkan alat pelindung diri karena kondisi panas di Tanah Suci sangat tinggi,” lanjut Teguh.
Lebih lanjut Teguh menuturkan, dengan membawa caping ini ke luar negeri, itu menjadi wujud dirinya dan rombongannya untuk memperkenalkan budaya yang ada di Indonesia. Mengingat caping ini identik dengan kearifan lokal yang ada di Tanah Air, terutama menunjukan jati diri seorang petani.
“Ini kalau di Cilacap namanya tudung, adalah bentuk kearifan lokal. Kita memperkenalkan budaya hasil orang-orang desa yang biasa dipakai untuk ke sawah oleh para petani,” tutur Teguh.
Penulis : Aritri Cahyaningsih
Editor : Wahyu Setiawan
(Patner)