Pend & Budaya

Para Pemuda Palar Kenang Kiprah Ranggowarsito

Pend & Budaya

25 September 2019 05:23 WIB

Ki Herman Linus (tengah) didampingi pembawa acara (kanan) dan moderator (kiri).


Solotrust.com- Pada Minggu (22/9/2019) malam Senin Legi suasana di sudut Desa Palar Klaten berbeda dari biasanya. Lalu lalang para pemuda pemudi tampak pada malam itu sembari meminum kopi, sementara itu dari pengeras suara terdengar musik hadrah yang dimainkan oleh ibu – ibu desa setempat menyenandungkan Kidung Wahyu Kalasebo ciptaan Sri Narendra Kalasebo.



Malam itu para pemuda karang taruna Desa Palar Trucuk Klaten tengah menyelenggarakan acara ngopi dan diskusi Relevansi Sastra Ranggowarsito di area kompleks pemakaman Raden Ngabehi Ronggowarsito.

“Malam ini tepat malam Senin Legi sama seperti weton lahirnya Eyang Ronggowarsito, kebetulan sekali diadakan acara yang membahas tentang Eyang Ronggowarsito.” ujar Ki Herman Sinung Janutama seorang budayawan Jawa.

Menurut Ki Herman, masyarakat Palar harus bersyukur dengan adanya makam Eyang Ronggowarsito di sana. Sebab pujangga agung Keraton Kasunanan merupakan sosok yang luar biasa. Banyak orang meneliti beliau baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara.

“Banyak doktor yang dihasilkan oleh beliau.” kata Ki Herman lagi.

“Masyarakat Palar harusnya bisa mengembangkan ini menjadi tempat wisata, study dan juga ekonomi kreatif. Bisa juga mengundang para peneliti yang telah meneliti Eyang Ronggowarsito untuk diminta bercerita di sini.” ujarnya.

Ki Herman sendiri malam itu merasa sangat beruntung bisa diundang untuk sedikit berbagi cerita mengenai Ronggowarsito. Ki Herman mulai menceritakan silsilah Ronggowarsito mulai dari masa Kerajaan Raden Patah di Keraton Demak hingga ayahnya Sastronagoro atau bergelar Yosodipuro II yang dieksekusi mati oleh Belanda di Jakarta, karena terlibat persekutuan dengan Pangeran Diponegoro.

“Eyang Ronggowarsito sangat monumental. Beliau hidup di masa pemerintahan raja PB IX.” urai Ki Herman.

Ki Herman melanjutkan, keberadaan R.Ng. Ronggowarsito sangat ditakuti oleh Belanda karena kecemerlangan di dunia ilmu pengetahuan Jawa yang dipunyai, sehingga saat itu Ronggowarsito dianggap menjadi penghalang bagi Belanda.

“Karena dianggap menghalangi Belanda, Eyang Ronggowarsito akhirnya ditangkap dan dieksekusi mati oleh Belanda sekitar antara tahun 1872-1874.” terangnya menjelaskan sebab wafatnya Ronggowarito.

Ronggowarsito sendiri pada masa kecilnya bernama Bagus Burhan, kemudian ketika besar mendapat gelar Ngabehi yang berarti saudara yang dituakan oleh raja.

Bagus Burhan tidak diberi nama Yosodipuro III, karena beliau dianggap salah satu orang yang mempunyai kecakapan beberapa hal ilmu pengetahuan maka saat itu pihak keraton lebih memilih memberinya gelar Ronggowarsito yang berarti panglima perang dalam hal ilmu pengetahuan Jawa.

Kelak kalau beliau berhadapan dengan Belanda dalam hal perang ilmu pengetahuan Belanda merasa was-was dengan keberadaan dan kecerdasan serta kejeniusan Ronggowarsito yang terampil di banyak bidang pengetahuan Jawa.

“Kalau di masa sekarang mungkin istilahnya Habibienya Jawa.“ jelasnya.

Merasa terusik keberadaannya, Belanda kemudian mencari akal dengan membuat para bupati dan penghulu kala itu tunduk kepada Belanda bukan kepada Keraton. Hingga akhirnya dengan berbagai upaya serta strategi, Belanda berhasil mengeksekusi Ronggowarsito.

Karya – karya R.Ng.Ronggowarsito sangatlah banyak, salah satunya yang paling terkenal adalah ungkapan Sakbedja – bedjane wong lali isih bedja wong kang eling lan waspada ( Seberuntung – beruntungnya orang lupa, masih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada).

Sebelumnya Solotrust sempat berbincang dengan juru kunci makam rRonggowarsito yang bernama Mbah Giyem atau Mbah Bambang. Beliau menceritakan kenapa Ronggowarsito dimakamkan di daerah tersebut.

“Dulu, Eyang Ronggo ini sempat bilang ke raja, kalau seandainya meninggal maunya dimakamkan bersama dengan para leluhurnya yang sudah meninggal.” cerita Mbah Giyem.

Area pemakaman R.Ng. Ronggowarsito sendiri memang menjadi satu dengan para leluhurnya. Di kompleks tersebut juga terdapat makam musuh, serta sahabatnya dari Belanda Winter serta makam dari pepundhen atau cikal bakal dari tempat tersebut, yakni RM.Bagus Tlogo serta Raden Bagus Gumyur.

Di area tersebut juga ada Sumur Tiban yang airnya tidak pernah surut. Sumur tersebut bernama Raden Ayu Nyai SEkar Gadung Melati.

Para peziarah sering kali menyambangi makam dari R.Ng. Ronggowarsito untuk sekedar nyekar atau mendoakan arwah dari Ronggowarsito. Para peziarah tersebut bahkan ada yang berasal dan tinggal di Jayapura serta Kalimantan.

“Biasanya kalau sudah dari sini, banyak dari mereka merasa lega.” ungkap Mbah Giyem menceritakan jika beberapa pengunjung kadang ingin sekali untuk bersua dan nyekar makam R.Ng. Ronggowarsito. (dd)

(wd)