Pend & Budaya

Geger Pecinan yang Terjadi di Keraton Kartasura

Pend & Budaya

29 September 2019 07:01 WIB

KRRar Budoyo Ningrat (kiri), Daradjati (tengah) dan moderator (kanan).


Solotrust.com- Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sejarah Peradaban Islam IAIN Surakarta pada Rabu (25/9/2019) mengadakan Seminar Kesejarahan Membedah Keraton Kartasura, menyikap sejarah dan busaya Keraton Kartasura. Salah satu pembicara dalam seminar tersebut adalah Daradjati penulis buku geger pecinan. Pembicara lainnya ialah KRRar Budoyo Ningrat dari Keraton Kasunanan Surakarta.



Daradjadi pada kesempatan itu menceritakan tentang adanya geger pecinan, Ia kemudian menceritakan latar belakang terjadinya Geger Pecinan.

“PAda tahun 1740 terjadi resesi ekonomi di Batavia dimana saat itu Belanda yang berada di Batavia tengah membangun kota dan membutuhkan banyak tenaga sehingga terjadilah kemunduran dan berakibat resesi.” terang Daradjadi.

Lalu Daradjadi melanjutkan jika kejadian tersebut dibarengi dengan datangnya banyak imigran dari Tiongkok yang ingin mencari pekerjaan. Lalu Belanda saat itu membuat aturan bahwa para imigran yang boleh masuk dan mendapatkan pekerjaan dikenai pajak per kepala. Apabila tidak mau, mereka akan diusir atau dimasukkan ke laut dengan diberi pemberat. Hal tersebut membuat gaduh. Para imigran itu bisa bebas dengan syarat dari Belanda apabila mau memberikan upeti.

Para imigran yang menolak aturan dari Belanda akhirnya membentuk sebuah kelompok yang di pimpin oleh Souw Pan Jiang lalu menggempur pasukan Belanda di Batavia. Namun nahas, para imigran tersebut akhirnya banyak yang tewas terbantai. Lebih dari 10.000 orang terbantai akibat penyerbuan itu. Setelah itu, Souw Pan Jang menyingkir dari Batavia.

PB II yang mengetahui bahwa orang – orang Tiongkok tengah berperang dengan Belanda, lalu meminta pendapat kepada para patihnya, apakah akan bergabung dengan Belanda atau orang Tiongkok? Lalu patih Jayaningrat yang seorang Tiongkok beragama Islam mengatakan lebih baik bergabung dengan Belanda karena kedekatan agama daripada dengan Tiongkok.

Pendapat itu kemudian disanggah oleh Bupati Grobogan yang mengatakan lebih baik mengutamakan cita – cita daripada harus berkoalisi dengan Belanda, yang nantinya pasti akan meminta jatah wilayah. Sedangkan orang – orang Tiongkok itu tidak demikian. Apabila pertimbangannya soal agama, orang – orang Tiongkok yang memberontak itu juga sebagian beragama Islam.

Lalu PB II akhirnya bersepakat untuk bergabung dengan orang – orang Tiongkok menggempur Belanda. PB II kemudian mengijinkan orang – orang Tiongkok masuk ke dalam Beteng Keraton Kartasura. Tak berselang lama, Beteng VOC diserang oleh gabungan antara pasukan PB II dengan orang – orang Tiongkok yang akhirnya bisa merebut beteng dan membunuh pimpinannya dalam waktu tiga hari.

Koalisi akhirnya terus berlanjut. Setelah berhasil menghancurkan beteng VOC di Kartasura, para pasukan melanjutkan misinya menuju ke Semarang dengan mengejar Belanda. Namun sayang, penyerbuan ke tersebut gagal. Pasukan  yang saat itu dipimpin oleh Patih Notokusumo banyak yang gugur di medan perang.

VOC mulai berang, pada satu kesempatan VOC menodongkan pistolnya ke kepala PB II memintanya memilih dukungan. Apakah memilih Tiongkok atau memilih mendukung Belanda. PB II yang keluarganya telah dibuang ke Srilangka merasa khawatir dengan keselamatan keluarganya jika memihak Tiongkok. Akhirnya PB II mengalihkan dukungannya dengan mendukung VOC.

Mengetahui PB II berbalik arah dukungan, sebagian kerabat dari Mataram Kartasura tidak setuju dan akhirnya menobatkan RM Garendi menjadi raja dengan gelar Amangkurat V. 

“Setelah melakukan Salat di Masjid Demak, Garendi dan pasukannya menyerbu Belanda dan Kartasura.” lanjut cerita Daradjadi.

Pria sepuh berusia 80 tahun ini kemudian mengatakan bahwa Garendi akhirnya bergabung dengan Sepanjang dalam upayanya menggempur Kartasura. Usaha tersebut berhasil. Akhirnya PB II terusir hingga ke Ponorogo. Keraton Kartasura kemudian diduduki Amangkurat V. Namun, kepemimpinannya tidak berlangsung lama, yakni hanya 6 bulan. Sebab setelah itu, Belanda kembali datang yang kali ini dibantu oleh orang-orang Madura.

Dengan kekuatan baru PB II Belanda dan bangsawan Madura serta luar Jawa akhirnya berhasil menduduki kembali Keraton Kartasura. Garendi, RM Said dan juga Sepanjang terusir dari Keraton dan lari dikejar Belanda hingga Madiun. Garendi tertangkap di Surabaya oleh Belanda, lalu RM Said kembali pamit ke Sala terlebih dahulu sebelum Garendi tertangkap dan Sepanjang hilang tak tahu rimbanya.

Sementara itu KRRar Budoyo Ningrat menambahkan,  setelah Keraton Kartasura sudah tidak layak ditinggali lagi, PB II lalu memberikan perintah kepada para pengikutnya untuk mencari tempat yang cocok untuk berdirinya Keraton baru.

“Setelah dari bebragai pertimbangan dari beberapa tempat yang ada,kemudian dipilihlah sebuah tempat di barat Bengawan Nusupan.” pungkasnya. (dd)

()