SOLO, solotrust.com – Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Sastra Daerah Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Pandawa menggelar Sarasehan dan Diskusi Budaya untuk memperingati Hari Batik Nasional, di Ruang Seminar Gedung 3 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS, Rabu (2/10/2019).
Dalam sarasehan dan diskusi budaya bertajuk "Hangresa Kusuma Budaya" tersebut menghadirkan dua pegiat batik sebagai pembicara, yaitu Sarah Rum Handayani dan Gema Isyak. Dalam acara tersebut Dekan FIB UNS, Prof. Warto mengatakan, ada dua hal penting yang membuat batik dikukuhkan sebagai warisan dunia pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu oleh UNESCO.
"Pertama batik kita memiliki keunggulan yang terletak pada warisan atau budaya lisan. Kita masih hidup dalam tradisi lisan. Di sisi lain, motif batik kita melekat nilai moral dan kejujuran pada, juga makna spiritual. Beragam filosofi dan makna itulah yang kita punya menjadi keunggulan," jelas Prof. Warto.
Salah satu narasumber, Sarah menuturkan, bahwa selain filosofi dan makna, batik Indonesia memiliki kekhasan pada proses pembuatannya, di mana dikerjakan secara tradisional menggunakan peralatan seperti canting, anglo, malam.
"Cara tradisional kita masih dipertahankan hingga saat ini. Meskipun sudah ada yang menggunakan listrik. Zat pewarna alami kita sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Baru disusul dengan pewarna sintesis," kata Sarah.
Dosen yang sudah memiliki 3 karya Internasional Desain Industri Bersertifikat HKI tersebut menambahkan, bahwa di Indonesia, batik telah hidup alami selama berabad-abad, jauh sebelum industri kreatif masuk dan menjadi bisnis primadona di abad 21.
"Fungsi batik kemudian berevolusi dari sebagai penanda budaya lingkungan keraton menjadi fungsi ekonomis di masyarakat. Menghidupi masyarakat sampai saat ini, hingga tumbuh Usaha Kecil Menengah (UKM) di desa-desa yang digerakkan oleh ibu-ibu," terangnya.
Narasumber lainnya, Gema Isyak menyampaikan, terkait upaya yang harus dilakukan untuk melestarikan batik adalah dengan menumbuhkan kesadaran akan keunggulan batik, menumbuhkan minat, kesetiaan, lalu bertindak dengan mengajak seluruh eleman masyarakat untuk melestarikan batik.
Sebagaimana yang ia lakukan saat ini, ia bercerita awal mula mencintai batik berawal dari membantu tugas akhir temannya di bangku kuliah dan akhirnya memiliki cita-cita melestarikan batik, ia membangun usaha secara mandiri yang diberinama Maos Batik, di samping kesibukannya manggung bersama grup band Soloensisnya.
“Saya berpikiran bahwa perlu ada generasi muda untuk nguri-uri batik sebagai budaya Indonesia. Karena awalnya dulu saya juga suka dengan batik karena membantu pengerjaan tugas akhir teman saya tentang dunia batik, akhirnya saya tertarik, dan mulai sedikit demi sedikit dari yang saya bisa sambil terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya. Yang penting mulai dulu. Jadi peran kita dalam melestarikan budaya batik ya dengan membuat dan mencintai budaya itu sendiri," pungkas alumnus Teknik Sipil UNS itu. (adr)
(wd)