Entertainment

Ide Kreatifitas Bisa Datang Dari Kepekaan Terhadap Lingkungan Sekitar

Musik & Film

19 Oktober 2019 13:27 WIB

Fanny Chotimah (kiri), Bani Nasution (tengah), Steve Pillar (kanan) dalam Seminar Nasional di IAIN Surakarta.

Solotrust.com- “ thing…thing…thing “ sebuah suara piring diadu dengan mangkok berbunyi memenuhi seluruh ruangan. Sejenak kemudian bunyi – bunyian itu berganti suara – suara pedagang keliling yang bersaut – sautan. Usai bunyi-bunyian sesaat keluar suara dari mulut para pedagang keliling menawarkan dagangannya. Berganti – gentian tanpa mengucapkan dialog yang jelas. Lalu senyap. Terlihat pedagang itu satu berganti satu beristirahat melepaskan lelahnya setelah beraktivitas menjajakan dagangannya.

Itulah gambaran sebuah film documenter karya sutradara Steve Pillar berjudul Irama Hari Ini. Film itu mengeksplore keanekaragaman bunyi yang dikeluarkan oleh para pedagang keliling, yang berada di suatu wilayah perumahan. Pillar dengan cerdik dan cerdas serta cermat merangkai berbagai nada yang keluar dari para pedagang yang lewat di depan rumahnya.



“ Idenya sebenarnya muncul ketika tengah tiduran. Tiba – tiba ada suara seorang pedagang keliling menjajakan makanan. Spontan saja ingin membuat film dokumenter tentang irama yang ada di sekitar perumahan.“ jelasnya ketika menjadi narasumber Seminar Nasional dengan tema Film dan Kreativitas Mahasiswa di Gedung Graha IAIN Surakarta, Kamis (17/10/2019), yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam angkatan 2017.

Dalam acara tersebut, selain Steve Pillar sebagai narasumber, hadir pula sutradara muda Bani Nasution. Sementara jalannya acara dipandu oleh moderator Fanny Chotimah dari Yayasan Kembang Gula.

Pillar kemudian melanjutkan bahwa proses pembuatan film Irama Hari Ini merupakan hasil dari workshop dengan mentor dari Jerman dalam rangka memperingati 10 tahun reformasi. Dengan kondisi suasana yang ada di Jakarta saat itu.

Menurut Pillar, ketika seseorang membuat film bisa lahir dari kepekaan indera terhadap lingkungan sekitar. Seperti halnya salah satu filmnya tadi, dirinya kala itu tengah tiduran lalu ada suara pedagang berteriak – teriak. Pillar menangkap perubahan suasana dari yang awalnya hening, tenang kemudian terdengar suara pedagang datang. Maka dirinya pun kemudian berinisiatif untuk membikin film itu beserta teman – teman lainnya sesama peserta workshop.

Untuk membuat sebuah film dokumenter memang perlu observasi dan dekat dengan subjek yang diangkat beberapa saat sebelumnya, dan karena para pedagang yang lewat di sekitar rumah Pillar di Jakarta merupakan langganannya, maka dia dengan mudah mengarahkan kepada pedagang apa yang dirinya inginkan.

Sementara itu, bani Nasution mengutarakan untuk membuat film dokumenternya yang berjudul Sepanjang Jalan Satu Arah, dirinya harus merayu ibunya terlebih dahulu. Film Bani yang berjudul Sepanjang Jalan Satu Arah merupakan film yang menceritakan permasalahan yang ada di keluarganya, terutama ibunya soal Pilkada kota Surakarta tahun 2015 yang lalu.

Dalam film itu diceritakan pertentangan Bani dengan ibunya untuk dipaksa mendukung salah satu calon walikota dan wakil walikota. Namun Bani tidak mau dan memutuskan untuk golput karena calon yang maju tidak sesuai dengan keinginannya. Rayuan dan pendekatan kepada ibunya itu dilakukan selama kurang lebih satu tahun agar mau diangkat ke dalam sebuah film.

Film Sepanjang Jalan Satu Arah sempat diputar di beberapa daerah maupun di luar negeri, serta mendapatkan nominasi FFI 2017 untuk kategori Film Dokumenter Pendek Terbaik.

Acara seminar nasional itu dilaksanakan supaya para mahasiswa atau peserta yang hadir bisa terlecut semangatnya agar bisa membuat suatu karya kreatif terutama di bidang perfilman. (dd)

(wd)