SOLO, solotrust.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bersama pemerintah maupun instansi rupanya sudah menerapkan sanksi layanan publik, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sanksi layanan publik dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah kepesertaan dan memastikan cakupan warga terkaver fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN – KIS) seluruhnya atau Universal Health Coverage (UHC). Hal itu penting karena dengan menjadi peserta JKN-KIS masyarakat memiliki akses sama di bidang kesehatan.
Demikian diungkapkan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, Bimantoro, saat ditemui solotrust.com di ruang kerjanya, Rabu (06/11/2019).
“Sanksi layanan publik bukan hal yang tidak mungkin karena sudah terjadi sekarang, sepeti di Imigrasi, urus paspor harus menunjukkan kartu JKN-KIS. Online Single Submission sejak 2018 tingkat pusat orang kalau mau mengajukan izin usaha harus menyertakan yang bersangkutan dan karyawan harus terdaftar kalau tidak tidak bisa," papar Bimantoro.
"Kemudian di beberapa daerah juga seperti di Semarang, di sana ada Perwali, ada 135 izin yang dikaitkan dengan kepesertaan JKN-KIS, secara nasional dari Kemenag, haji atau umroh harus punya KIS. Kemudian di UMS dan UNS kalau mau mendaftar harus menyertakan kartu JKN diikuti UNDIP, UNNES, AKPOL,” tambah pria yang akrab disapa Bimo.
Pihaknya menjelaskan, BPJS Kesehatan hanya berwenang mengusulkan sanksi layanan publik kepada pemerintah, baik di tingkat pusat atau daerah untuk membuat suatu sistem layanan publik yang harapannya mencakup kepesertaan masyarakat secara merata.
“BPJS tidak bisa menonaktifkan PBI (Peserta Bantuan Iuran), harus ada rekomendasi Kemensos (Kementerian Sosial), pemerintah provinsi atau kota/kabupaten. Kemarin ada sekian ribu dinonaktifkan dari berbagai indikator. Kecuali peserta mandiri bukan PBI tidak bayar iuran ya nonaktif, di perusahaan dikeluarkan nonaktif, kalau ini PBI kewenangannya pemerintah," terang Bimantoro.
"Kemarin ada ditemukan PBI ternyata punya mobil, setelah divalidasi dan verifikasi data, kasus-kasus seperti ini kan yang harus ditangani untuk kemudian dialihkan ke warga miskin yang belum terkaver,” pungkas dia. (adr)
(redaksi)