Hard News

Pemerintah Siap Wujudkan Visi Indonesia Bebas Pekerja Anak 2022

Jateng & DIY

21 November 2019 20:01 WIB

Menteri PPPA Bintang Puspayoga saat menghadiri kegiatan Peringatan 30 Tahun Konvensi Hak Anak di Taman Jayawijaya, Mojosongo, Jebres, Solo, Rabu (20/11/2019)

SOLO, solotrust.com - Pengentasan pekerja anak bakal jadi fokus pemerintah ke depan melalui sinergitas antarkementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, sesuai komitmen pemerintah Indonesia untuk mewujudkan visi Indonesia bebas dari pekerja anak pada 2022.

Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tentang Penanggulangan Pekerja Anak, Pasal 1 menyatakan bahwa pekerja anak adalah anak yang melakukan semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembang anak.



Seperti disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga kepada wartawan di sela kegiatan Peringatan 30 Tahun Konvensi Hak Anak (KHA) di Taman Jayawijaya, Mojosongo, Jebres, Solo, Rabu (20/11/2019).

"Kayak kasus pekerja anak bergantung situasi daerah. Kami sampaikan, memang harapan masyarakat besar terhadap kementerian ini, tapi kami kementerian lembaga ketika bicara masalah perempuan dan anak memang kewenangan kami terbatas. Oleh sebab itu, kita akan berkolaborasi, nanti programnya terintegrasi sehingga kemanfaatannya maksimal untuk pemberdayaan dan perlindungan anak," kata Bintang.

Menurutnya, melalui peringatan 30 tahun KHA diharapkan ke depan hak-hak anak dan perlindungan anak di Indonesia akan semakin terpenuhi. Baru-baru ini, amandemen terhadap Undang-Undang Perkawinan yang meningkatkan batas minimum usia perkawinan bagi anak perempuan dari 16 ke 19 tahun.

"Kalau kita lihat dari arah kebijakan regulasi dari 30 tahun yang lalu, amandemen UUD dan sampai terakhir keluarnya UU perkawinan itu adalah kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan yang dihadapi selama ini," beber Menteri PPPA.

Sementara itu, permasalahan utama lain saat ini adalah banyaknya kasus kekerasan kepada anak oleh para pendidik.

"Sekarang ini lebih banyak kasus-kasus yang terjadi dan kasus hukum yang kita sayangkan kekerasan kepada anak justru pelakunya adalah para pendidik. Ke depan, kami akan mencari pola untuk tindakan pencegahan ini dengan jalan bersinergi dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah," ucapnya.

Pihaknya menambahkan, pembentukan Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia telah membantu menterjemahkan komitmen legal ke dalam aksi nyata. (adr)

(redaksi)