Hard News

Bukan Langka, Pertamina Menilai Distribusi Elpiji 3 kg Kurang Merata

Jateng & DIY

8 Desember 2017 17:54 WIB

Gas elpiji 3 Kg. (dok)

SOLO, solotrust.com- Masyarakat di beberapa wilayah di Solo Raya mengeluh sulit mendapat elpiji 3 kilogram (kg) belakangan ini. Namun Sales Executive Elpiji Solo Raya Pertamina Marketing Operation Region (MOR) IV Adeka Sangtraga Hitapriya, menolak bila disebut terjadi kelangkaan tabung gas 3 kg sebab stok akhir tahun dipastikan aman.

Masyarakat sulit mendapat elpiji bersubsidi akibat distribusi kurang merata. Frekuensi pengiriman suplai dari agen ke pangkalan di daerah perbatasan kurang sehingga mereka membeli di daerah lain. Beberapa wilayah tersebut antara lain Mojosongo Solo, Cepogo Boyolali, hingga Cawas, Pedan - Klaten. Untuk itu pihaknya akan lebih memperhatikan distribusi di daerah perbatasan.



Selain itu, ada kecenderungan pengecer melayani yang bukan rumah tangga. Alasannya karena ingin stok cepat habis, balik modal dan segera profit. Padahal elpiji 3 kg khusus untuk rumah tangga tidak mampu dan untuk usaha mikro dengan aset Rp 50 juta. Bagi usaha beraset Rp 50 juta ke atas harus pakai tabung gas non PSO.

"Ini memang hambatannya bukan stok tapi lebih pada tanggung jawab. Bagaimana agar mental masyarakat punya kecenderungan ikut aturan. Tapi itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Makanya, kita akan menaikkan frekuensi untuk menenangkan masyarakat, stok ada terus tiap hari tertentu," paparnya ketika dihubungi solotrust.com, Jumat (8/12/2017).

Misalnya bila biasanya seminggu hanya satu kali dilakukan pengiriman suplai, frekuensi akan ditambah jadi 2-3 kali. Adapun kisaran jumlah suplai ke tiap agen bermacam-macam, mulai 30 - 200 tabung.

Menurutnya, perlu dilakukan sosialisasi dan pembinaan ke pangkalan atau penyalur untuk menekankan bahwa tabung gas 3 kg diprioritaskan bagi rumah tangga. Pembinaan merupakan tugas bersama, kata Adeka, jadi alangkah baiknya bila para stakeholder turut melakukan pembinaan agar masyarakat yang mampu tidak membeli elpiji bersubsidi.

"Sudah ada yang dibina bahkan ditindak mulai dari diskorsing sampai dicabut ijinnya. Di Solo Raya sendiri sudah sekitar 60-an pangkalan yang dicabut ijinnya karena kedapatan tidak mengikuti aturan," ujarnya.

Terkait stok tabung gas untuk kebutuhan bulan Desember hingga Natal dan Tahun Baru dijamin aman. Terlebih distribusi sekitar 5 jutaan tabung gas melon di wilayah Solo Raya akhir tahun ini sudah terealisasi. Ia mengaku memang penyaluran berdasarkan kuota namun ia berjanji bila ada gejolak akan terus dipantau penyebabnya.

"Tapi sejauh pengalaman saya, ini soal tanggung jawab bukan stok. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah perbaikan pola penjualan dari pangkalan supaya tidak terlalu banyak menjual ke pengecer," katanya.

Selain melakukan evaluasi pola pengiriman agen ke pangkalan, Pertamina akan mengevaluasi jumlah tabung di pangkalan, serta melakukan sinkronisasi jadwal pengiriman agen, khususnya di daerah perbatasan. Agar jadwal distribusi bersamaan untuk menghindari spekulan atau pengecer yang ingin menimbun. Untuk menjaga pasokan, pihaknya mempertimbangkan dua opsi yaitu menambah frekuensi distribusi atau minta pangkalan menambah pasokan.

Pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan pemerintah untuk saling bertukar informasi, terlebih bila terjadi gejolak di masyarakat. Namun, ia berharap masyarakat berpartisipasi mengawasi dan melaporkan pangkalan yang melanggar aturan. Seperti terlalu banyak menjual gas melon ke pengecer atau menjual di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp15.500. Ia juga mengimbau pada masyarakat yang mampu untuk tidak membeli elpiji bersubsidi.

"Dari hati nurani tolong... di situ ada orang miskin, yang mampu jangan mengambil hak orang miskin, jangan beli elpiji bersubsidi. Bagi para pengecer, bila pembeli pakai mobil atau orang mampu tapi beli elpiji 3 kilo ya jangan dilayani," tegasnya.(Arum)

(wd)