Pend & Budaya

Warga Banjarsari Masih Gemar Buang Sampah Sembarangan, Laweyan Minim Ruang Publik

Pend & Budaya

13 Desember 2019 12:05 WIB

Mahasiswa Prodi Sosiologi 2017, Alif Alaudin saat memaparkan hasil riset dalam Seminar Nasional dan Konferensi Sosiologi Perkotaan di Aula Besar FISIP UNS, Kamis (12/12/2019)

SOLO, solotrust.com – Aliran sungai di wilayah Kecamatan Banjarsari kerap terjadi pencemaran. Hal ini disebabkan perilaku menyimpang warga masyarakat sekitar masih turut mengotori sungai dengan membuang sampah sembarangan, baik di sungai maupun sekitar sungai.

Hal itu dipaparkan mahasiswa Program Studi (Prodi) Sosiologi 2017, Alif Alaudin melalui riset berjudul "Hubungan Antara Perilaku Individualistik Masyarakat Urban terhadap Krisis Ekologi Perkotaan" dalam Seminar Nasional dan Konferensi Sosiologi Perkotaan dengan tajuk "Urban Ecology and Behavior Community: Reviving Social Commons" di Aula Besar FISIP UNS, Kamis (12/12/2019).



“Saya meneliti perilaku masyarakat di lima kecamatan yang ada di Surakarta, meliputi Jebres, Serengan, Pasar Kliwon, Laweyan, dan Banjarsari. Kecamatan Banjarsari sebagai kecamatan terbesar di Surakarta dengan jumlah penduduk banyak, masyarakat memiliki perilaku individualistik bervariasi dan kurang peduli terhadap lingkungan. Masyarakat masih membuang sampah sembarangan,” kata Alif Alaudin.

Selain pencemaran sungai di Banjarsari, permasalahan di kecamatan lain, seperti Jebres adalah kurangnya penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), termasuk mengalami krisis air.

Sementara itu, di Kecamatan Laweyan, krisis ekologi didominasi indikator gigantisme dan privatisasi, terdapat faktor keacuhan masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka merasa bukan bagian dari masyarakat sekarang.

“Ternyata di Kecamatan Laweyan ruang-ruang publik juga sangat sedikit persentasenya jika dibandingkan dengan luas wilayah Laweyan,” ucapnya.

Adapun Kecamatan Pasar Kliwon, permasalahan hampir serupa dengan Kecamatan Jebres, yakni kurangnya RTH dan masih minim ruang bermain anak. Sementara di Kecamatan Serengan, berdasarkan hasil riset menyatakan masyarakatnya masih kurang memiliki kesadaran mengenai lingkungan. Termasuk minimnya sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan yang bisa menyebabkan suatu masalah socio-ecology seperti salah satunya adalah banjir.

Seminar Nasional dan Konferensi Sosiologi Perkotaan turut dihadiri sejumlah praktisi dan pakar perkotaan/lingkungan dengan narasumber Trisni Utami (Kepala Prodi S2 Sosiologi FISIP UNS), Lilik Budi Prasetyo (dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian  Bogor/IPB), dan Prigi Arisandi (founder Ecoton Foundation Surabaya).

Konferensi nasional ini merupakan rangkaian agenda mulai dari call for paper pada Oktober 2019, dilanjutkan pengumpulan abstrak dan revisi. Pengumpulan full paper pada November 2019, dan presentasi di Desember 2019, dilanjutkan publikasi

“Fasilitas publikasi jurnal kali ini berkolaborasi dengan prodi S2 sosiologi yang mengelola Jurnal Analisa Sosiologi dengan indeks sinta 4,” pungkas dia. (adr)

(redaksi)