Hard News

Peredaran Pil PCC Belum Tentu Kesalahan Ahli Farmasi

Jateng & DIY

17 Desember 2017 21:17 WIB

Seminar Nasional & Workshop Publikasi Ilmiah. (solotrus.com/arum)

SOLO, solotrust.com- Maraknya peredaran dan penyalahgunaan obat-obatan semacam pil PCC menggugah BEM Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi (USB) Surakarta untuk mengupasnya dalam sebuah seminar. Seminar Nasional & Workshop Publikasi Ilmiah bertajuk "Kompetensi Apoteker Dalam Menjawab Resiko Pelayanan Kefarmasian" ini diadakan di Megaland Hotel Solo, Minggu (17/12). Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan peran dan kompetensi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

Ketua Panitia, Fahmi Ilmiawan mengungkap, berdasar data dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), pemilik apotek yang berlatar belakang apoteker hanya sekitar 30 persen, selebihnya pebisnis. "Penting untuk meningkatkan kesadaran perihal perundangan atau legalitas obat-obatan yang beredar. Apalagi beberapa waktu lalu heboh kasus pil PCC. Sekaligus agar masyarakat memahami bahwa peredaran obat ilegal belum tentu kesalahan apoteker atau ahli farmasi," terang Fahmi saat ditemui di sela acara.



Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Pemkot Surakarta, Setyowati mengungkap, kota Solo jadi tempat peredaran narkoba ke dua setelah Semarang di Jawa Tengah. "Merupakan musibah bagi Pemkot Solo ketika enam bulan lalu diumumkan Kota Solo Bebas Narkoba tapi justru kasus Pil PCC terungkap beberapa waktu kemudian," ujarnya.

Terkait hal tersebut, sebenarnya sudah ada PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian meliputi pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan kesediaan farmasi. Juga PP No. 17 Tahun 2016 mengatur jenis fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari puskesmas, klinik, rumah sakit dan apotek. Bahkan pihaknya selalu melakukan pengawasan dan mengimbau masyarakat membeli obat di sarana pelayanan berijin yang memenuhi standar.

Dinkes juga memantau di lapangan, melakukan pembinaan persuasif, peringatan, peringatan keras hingga penutupan tempat usaha pelayanan kesehatan. "Pembinaan dan pengawasan kami lakukan dengan pertemuan berkala dengan organisasi profesi, tidak hanya IAI tapi juga IDI, Asosiasi farmasi, sarana farmasi, pertemuan tenaga apoteker dan tenaga teknis kefarmasian serta pemeriksaan perlaatan teknis kefarmasian," ujar Setyowati.

Sebanyak 400 peserta berpartisipasi dalam seminar dan workshop tersebut terdiri dari apoteker, asisten apoteker, ahli gizi, ahli teknis farmasi lain hingga mahasiswa FF USB. Adapun narasumber yang hadir adalah Ketua PD IAI Jateng Jamaludin Al J Efendi, Wakil Ketua PD IAI Jateng Partana Boedirahardja, Dosen USB Tri Wijayanti, Tenaga Pendidikan Madya Sekolah Polisi Negara Polda DIY AKBP Nunung Priyani W. Kegiatan dilanjutkan workshop bertema "Kasus dan Tantangan yang Dihadapi Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian di komunitas."

"Dengan diadakannya seminar ini, panitia berharap para apoteker dan tenaga ahli farmasi berpijak pada peraturan perundangan dalam praktik sehari-hari. Sehingga tidak terjadi stigma atau penilaian di masyarakat bila terjadi kasus obat ilegal yang mengarah pada ahli farmasi," tutur Fahmi.  (Arum)

(wd)