Hard News

Penyelenggara Pemilu Hadapi Tantangan Berat di Tengah Pandemi Covid-19

Jateng & DIY

22 Juli 2020 16:18 WIB

Ilustrasi.

SOLO, solotrust.com- Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) di tengah situasi pandemi Covid-19, menghadirkan banyak tantangan bagi pemerintah, aparat keamanan dan penyelenggara pemilu, agar bisa terlaksana tanpa risiko. Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk "Pilkada Serentak Jateng 2020 Aman dan Bergembira Tanpa Provokasi", yang digelar PWI Solo secara online melalui aplikasi Zoom, Rabu (22/7/2020).

Diskusi yang digelar PWI Surakarta bersama Polda Jateng, KPU Provinsi Jateng dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) tersebut menghadirkan empat pembicara, yakni Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi, Presidium Mafindo Anita Wahid, Ketua KPU Provinsi Jateng Yulianto Sudrajat dan Pengamat Politik dan Hukum UNS Agus Riwanto.



Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi menegaskan, pihak terkait akan diajak berkoordinasi untuk memastikan, bahwa penerapan protokol kesehatan harus diterapkan dalam setiap tahapan pilkada.

"Polisi yang bertugas juga sudah dibekali 13 langkah penerapan protokol kesehatan. Seperti memakai masker, cuci tangan, baju lengan panjang, dan sebagainya. Sebelum menertibkan masyarakat, polisi harus tertib menerapkan protokol," tegasnya.

Untuk pengamanan pilkada, Kapolda mengatakan, ada 14.575 personel yang diterjunkan Polda Jateng, plus backup 720 anggota Brimob. Mereka akan mem-back up pengamanan di 44.385 TPS di seluruh wilayah yang menyelenggarakan pilkada.

Sementara itu, Presidium Mafindo, Anita Wahid menyoroti fenomena hoax yang selalu marak di setiap helatan pilkada. Dari penelusuran Mafindo, menjelang Pilkada 2018, produksi hoax tiap bulan selalu lebih dari 60 berita. Bahkan di bulan April mencapai 101 informasi palsu, sementara di Oktober sebanyak 111 informasi palsu. Lainnya di kisaran angka 70 hingga 80 berita palsu.

"Hoax sebenarnya sudah ada sejak zaman dulu. Namun saat ini, dengan perkembangan teknologi digital, hoax jadi lebih mudah disebar, jangkauannya luas dan cepat, biayanya murah. Kerap berisi tentang black campaign, atau informasi yang menyerang pihak tertentu. Di Indonesia, isu agama, ras, ideologi paling banyak untuk materi hoax," jelasnya.

Sementara itu, Ketua KPU Jateng Yulianto Sudrajat menambahkan, pihaknya terus menyosialisasikan terselenggaranya pesta demokrasi yang gembira tanpa dinodai hoax. 

"Kita punya kultur adiluhung. Jangan sampai pemilu menjadi semakin liberal, makin mengutamakan kelompok, sehingga proses kontestasi menjadi sangat gaduh," ujarnya.

Terkait pelaksanaan pemilu di tengah pandemi Covid-19, Yulianto menyebutkan, tantangannya sangat berat. Sebab, penyelenggara pemilu dituntut untuk bisa menjalankan seluruh tahapan pilkada dengan nyaman, sehat dan selamat.

"Penerapan protokol kesehatan menjadi mutlak. KPU sudah mengeluarkan Peraturan KPU 6 / 2020 tentang pilkada di masa pandemi. Di situ mengatur seluruh tahapan yang harus mematuhi standar protokol kesehatan," katanya.

KPU juga membangun rasa optimistis ke masyarakat, bahwa pilkada bisa dilaksanakan dengan aman, tanpa memunculkan kekhawatiran akan menjadi klaster baru kasus Covid1-19.

"Memang banyak penyesuaian. Misalnya nanti, rapat pleno terbuka hanya dihadiri pihak terkait dan disiarkan via medsos, agar masyarakat bisa menyaksikan. Kampanye juga ada penyesuaian, agar tidak menghadirkan kerumunan massa. Lebih memanfaatkan teknologi informasi. Debat paslon digelar dengan menyesuaikan situasi," tukasnya. (awa)

()