Serba serbi

Begini Mekanisme Produksi Obat dan Perkembangan Uji Klinis Vaksin Covid-19

Kesehatan

4 Agustus 2020 10:31 WIB

Ilustrasi (Pixabay)

JAKARTA, solotrust.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Kabadan Litbangkes), Slamet, memberikan penjelasan terkait mekanisme produksi obat dan perkembangan uji klinis vaksin Covid-19.

Diungkapkan, secara garis besar proses produksi obat diawali dengan upaya penemuan bahan/zat/senyawa potensial obat melalui berbagai proses penelitian. Selanjutnya, bahan/zat/senyawa potensial obat harus melewati berbagai proses pengujian, di antaranya uji aktivitas zat, uji toxisitas in vitro dan in vivo pada tahap pra klinik, serta uji klinik untuk fase I, fase II, dan fase III.



"Setelah itu ada proses izin edar. Terakhir, diproduksi melalui cara pembuatan obat yang baik (GMP) dan dilakukan kontrol pada proses pemasaran," urai Slamet.

“Banyak lembaga internasional dan nasional sedang bekerja keras untuk mendapatkan obat ataupun vaksin Covid 19. Sebagian kandidat vaksin juga sudah memasuki tahap uji klinik tahap akhir,” tambah dia, dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI, setkab.go.id, Selasa (04/08/2020).

Namun, diakui Slamet, hingga saat ini belum ada satu negara atau lembaga manapun di dunia yang sudah menemukan obat atau vaksin secara spesifik bisa menanggulangi Covid-19.

“Saat ini beberapa negara termasuk Indonesia tergabung dalam Solidarity Trial WHO untuk mendapatkan bukti klinis yang lebih kuat dan valid terhadap efektivitas dan keamanan terbaik dalam perawatan pasien Covid-19,” jelas Slamet.

Sementara terkait perkembangan pembuatan vaksin Covid-19 yang diproduksi Sinovac dari Tiongkok, Slamet menyampaikan saat ini akan dilakukan uji klinik fase 3 di site penelitian Fakulatas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).

“Sesuai dengan standar internasional dan juga peraturan Badan POM untuk registrasi obat/vaksin, maka protokol penelitian ini harus mendapatkan persetujuan etik dari site penelitian yang akan dituju, dalam hal ini Unpad,” katanya.

Komisi Etik Unpad, menurut Kabadan Litbangkes telah melakukan telaah protokol penelitian fase 3 vaksin tersebut. Pada 27 Juli 2020, Unpad mengumumkan persetujuan etik terhadap uji klinik ini. Artinya, data-data yang mendasari dilakukan uji klinik fase 3 dapat diterima secara ilmiah, risiko terhadap subjek dapat diminimalisasi, dan manfaat diperkirakan dapat diperoleh.

“Komisi Etik Universitas Padjajaran berkewajiban melakukan monitoring pelaksanaan penelitian,” jelasnya.

Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya atas informasi yang diragukan kebenarannya. Untuk itu, Slamet mengingatkan agar melakukan saring sebelum sharing, bersikap kritis, dan mencari informasi dari sumber terpercaya.

”Kepada seluruh pihak, khususnya tokoh publik, kami harap dapat memberikan pencerahan tentang Covid-19 kepada masyarakat dan bukan sebaliknya menimbulkan pro-kontra,” pungkas dia. 

(redaksi)