Hard News

PWI Minta Kapolri Usut Tuntas Oknum Polisi Pelanggar Kemerdekaan Pers

Sosial dan Politik

10 Oktober 2020 12:31 WIB

Ilustrasi pers (Pixabay)

JAKARTA, solotrust.com - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menyayangkan tindakan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap para jurnalis yang meliput unjuk rasa penolakan Undang Undang (UU) Cipta Kerja. Sejatinya, wartawan dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.   

Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari mengatakan, UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga Negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers.



"Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers, di mana pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers," jelasnya dalam siaran pers, Jumat (09/10/2020).

Karenanya, pihak mana pun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.

"Dalam Peraturan Dewan Pers diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya, apalagi sampai dibunuh," terang Atal S Depari. 

Lebih lanjut ia mengatakan, jika wartawan meliput aksi protes UU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik, seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum. Tindakan oknum polisi merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi anti UU Cipta Kerja merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers.

"Perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers, tapi juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Tegasnya, ini merupakan pelanggaran sangat serius," ujar Atal S Depari.

Untuk itu, PWI Pusat meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mengusut tuntas dan segera melakukan langkah hukum terhadap oknum polisi yang sudah menghambat, menghalangi tugas wartawan dengan melakukan perusakan, perampasan, dan penganiayaan saat meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja.

"Termasuk memberikan sanksi kepada oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan tersebut," tandas Atal S. Depari.

Sekjen PWI Pusat, Mirza Zulhadi menambahkan, kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja bukan hanya terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan PWI daerah hal sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa provinsi lain.

"Kami mengimbau pimpinan Polri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan bagaimana seharusnya menghadapi pers, sehingga mereka paham bagaimana menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi," tutupnya.

(redaksi)