JAKARTA, solotrust.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Kedeputian Bidang Pencegahan meminta kepada seluruh komponen agar mengatisipasi terhadap dampak La Nina dalam rangka memitigasi segala potensi ancaman bencana Gunung Merapi, setelah statusnya dinaikkan menjadi Level III atau 'Siaga' sejak Kamis (05/11/2020).
Sebagaimana berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), fenomena La Nina dapat memicu hujan lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang di seluruh wilayah Indonesia pada Desember 2020 hingga Januari dan Februari 2021.
Terkait Gunung Merapi, Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Lilik Kurniawan, mengatakan fenomena La Nina dapat memicu banjir lahar dingin apabila hujan lebat dengan intensitas tinggi terjadi di sekitar puncak Gunung Merapi.
Material berupa pasir dan bebatuan dari sisa erupsi akan meluncur melalui hulu sungai dan mengalir melewati wilayah lereng gunung yang menjadi kawasan permukiman penduduk. Hal itu harus menjadi catatan dan antisipasi dari upaya mitigasi kebencanaan Gunung Merapi.
"Apabila nanti ada erupsi, kemudian material (sisa erupsi) itu ada di badan-badan sungai yang berhulu di Merapi, maka kita wajib dan harus memasukkan ancaman banjir lahar dingin ini menjadi bagian dari upaya pencegahan maupun mitigasi," kata Lilik Kurniawan dalam diskusi bertajuk 'Erupsi Merapi, Apa yang Bisa Kita Lakukan' melalui media online atau dalam jaringan (Daring), Minggu (29/11/2020).
Lebih lanjut, apa yang disampaikan Lilik Kurniawan juga merujuk kepada catatan sejarah tentang erupsi Gunung Merapi 2010, di mana banjir lahar dingin terjadi pascaerupsi dan kemudian merusak banyak rumah milik warga di wilayah lereng dan hilir sungai.
"Pada tahun 2010 di mana Kali Code sempat meluap, kemudian Gajahwong juga meluap, dan Krasak kembali kepada aliran awalnya yang banyak merusak rumah-rumah masyarakat yang berada di sekitar Magelang," ungkap dia, dilansir dari laman resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, bnpb.go.id.
Selanjutnya Lilik Kurniawan juga meminta agar seluruh komponen terlibat dalam mitigasi kebencanaan Gunung Merapi dapat melihat lebih jauh melalui overlay data dan analisis, tidak hanya merujuk pada catatan kerawanan dari sisi erupsinya saja. Sehingga cakupan mitigasi menjadi lebih luas dan dampak risiko bencana dapat dikurangi sebaik mungkin.
"Tidak cukup sebenarnya identifikasi itu hanya membuat peta rawan erupsi Merapi saja yang ada KRB I, II dan III. Tetapi dari KRB itu kita juga harus overlap-overlay kan dengan sebaran permukiman, dengan masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi," jelasnya.
(redaksi)