Pend & Budaya

Pandemi Covid-19 Bikin Mental Siswa Loyo

Pend & Budaya

16 Juni 2021 16:22 WIB

ilsutrasi anak murung. (Foto: Unsplash)

SOLO, solotrust.com – Setahun lebih pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia. Bukan hanya menimbulkan kecemasan tapi juga perubahan kebiasaan di berbagai lini kehidupan. Salah satunya di bidang pendidikan. Akibat pembatasan sosial, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dialihkan menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Namun PJJ hingga saat ini masih terjadi polemik terkait dampaknya, terutama pada masalah kesehatan mental.



Guru Bimbingan Konseling (BK) SMP IT Nur Hidayah Solo, Baqiyyatush Sholihah menyampaikan beberapa anak merasakan dampak dari perubahan sistem pembelajaran dari PTM ke PJJ.

“Beberapa anak berubah dari yang tadinya periang, sekarang pendiam dan diajak ngobrol nggak nyambung,” katanya.

Pihaknya melakukan pengamatan terhadap perubahan sikap siswa selama pembelajaran jarak jauh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perubahan sikap berhubungan dengan perkembangan mental remaja terutama kebutuhan sosialisasi dengan lingkungan.

“Dari analisis, kebutuhan anak itu bertemu dengan teman-temannya. Tapi saat pandemi, mungkin mereka suntuk. Saat remaja kan inginnya mengeksplorasi banyak hal tapi malah dibatasi sama kondisi,” terangnya.

Hal ini tidak bisa dianggap remeh karena bisa saja memberikan dampak yang lebih parah. Mungkin pada awalnya hanya mengurung diri dan tidak mengerjakan tugas tapi lebih dari itu dikhawatirkan membuat anak depresi.

Lebih jauh Baqi mengatakan, kondisi pandemi membuat mental anak kurang berkembang. Mereka masih sama seperti mental sebelumnya. Misalnya anak kelas tujuh, mental yang dimiliki masih seperti anak SD baik dari segi perilaku maupun sosialisasi dengan orang lain.

“Mental anak masih seperti mental sebelumnya. Mereka masih belum bisa memahami adab dengan guru. Untuk itu kita berusaha untuk mencari cara agar anak-anak paham adab kepada teman, guru, dan orang tua. Bahkan ada kasus anak kelas tujuh yang belum bisa bersosialisasi dengan teman sekelasnya,” ungkapnya.

Padahal di setiap jenjang pendidikan, ada capaian yang seharusnya diselesaikan. Namun, jika pada jenjang tertentu, perkembangan anak terhambat dan tidak memenuhi target capaian maka akan menjadi tanggungan di jenjang berikutnya.

Permasalahan ini menjadi PR bersama. Bukan hanya sekolah tapi peran orang tua juga penting demi proses pendidikan yang maksimal.(zend/azmi/azizah)

(zend)