Ekonomi & Bisnis

Tantangan UMKM di Masa Pandemi, Keterbatasan Bisnis hingga Jeratan Pinjol Ilegal

Ekonomi & Bisnis

29 September 2021 16:31 WIB

Jateng Digital Conference 2021 bertajuk Digitalisasi di Era Pandemi di ballroom TA Media Group, Rabu (29/09/2021). Acara ini diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Tengah

SOLO, solotrust.com - Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai tidak bisa dimungkiri telah memberikan pukulan telak bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia. Tak sedikit di antaranya mengalami keterbatasan bisnis hingga terjebak pada pinjaman online (Pinjol) ilegal.

Head of  Corporate Affairs Indonesia Regions Gojek (Gopay), Arum Prasodjo, mengungkapkan saat ini jumlah UMKM di Indonesia hampir mencapai 65 juta, terdiri atas pedagang eceran, konstruksi, fashion hingga kuliner.



"Pandemi membawa tantangan besar bagi UMKM. Di masa pandemi ini UMKM yang terasa sekali mengalami dampaknya," ungkapnya dalam acara Jateng Digital Conference 2021 bertajuk 'Digitalisasi di Era Pandemi' di ballroom TA Media Group, Rabu (29/09/2021).

Arum Prasodjo menyebut banyak sektor bisnis yang biasa memasarkan produknya secara offline akhirnya harus gulung tikar tersengat Covid-19. Tercatat ada sekira 1300 toko ritel terpaksa tutup di masa pandemi ini. Tiga jenis UMKM paling terdampak adalah kuliner, jasa, dan fashion.

Mengatasi berbagai hambatan yang muncul, kata Arum Prasodjo, dibutuhkan kesadaran teknologi digital dari para pelaku UMKM. Salah satunya melakukan adopsi teknologi digital untuk layanan trasnsaksi nontunai. Strategi ini dirasa penting sebab selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diterapkan pemerintah, jumlah kunjungan pelanggan di outlet dibatasi.

"UMKM di masa pandemi pasti mengalami badai yang nggak mudah. tapi kami yakinkan pada mereka itu bisa dilewati," ucapnya.

Pada acara Jateng Digital Conference 2021 yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Tengah, Head of Corporate Secretary Division BRI, Aestika Oryza Gunarto, menambahkan Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 275 juta jiwa, implementasi teknologi digital sudah cukup tinggi. Transaksi perbankan hampir 40 persen sudah menggunakan sistem digital.

"Komitmen kami mendukung UMKM," tandasnya.

BRI sendiri merupakan salah satu bank dengan jaringan terluas di Indonesia. Kendati demikian, di era digital sekarang, bank pelat merah ini tetap saja tak lepas dari sejumlah tantangan.

Disebutkan Aestika Oryza Gunarto, ada sebanyak 92 juta orang masih unbankable. Selain itu berbagai bentuk kejahatan perbankan juga jadi tantangan tersendiri, seperti skimming ATM, cyber crime, penyebaran hoax lewat media sosial hingga operasional pinjol ilegal.

Di tengah berbagai tantangan itu, BRI tak mau berpangku tangan. Menurut Aestika Oryza Gunarto, pihak bank terus melakukan strategi pencegahan kejahatan perbankan, baik secara konvensional maupun digital, yakni antisipasi dengan menggunakan tools. Secara rutin juga dilakukan pemeriksaan di jaringan-jaringan BRI, serta melakukan update system secara periodik.

"Kami juga selalu melakukan monitoring. Kalau pun terjadi skimming harus diganti jika tindakan itu memang bisa dibuktikan," kata Aestika Oryza Gunarto.

Sementara itu, Direktur Utama Rupiah Cepat, Yolanda, mengutarakan tantangan terbesar lembaga keuangan saat ini adalah persaingan. Pihaknya menyebut, di awal 2021 ada lebih dari 170 platform pinjol berizin terdaftar.

"Tantangannya adalah munculnya pinjaman online ilegal," ucapnya.

Rupiah Cepat sendiri merupakan perusahaan yang menawarkan produk layanan pinjaman uang berbasis teknologi. Rupiah Cepat menjadi media yang mempertemukan antara pemberi pinjaman dan pencari pinjaman.

"Bedanya dengan pinjol lain, Rupiah Cepat sudah berizin di OJK. Penagihan pinjaman sesuai standar dan arahan OJK," terang Yolanda.

Ia pun mengklaim selama 2,5 tahun beroperasi, total downloader aplikasi sudah tembus 10 juta dengan total pengguna mencapai 3,5 juta. (and)

(and_)

Berita Terkait

Berita Lainnya