Hard News

Konflik Wadas, Sosiolog: Pemerintah Pikirkan Produktifitas Jangka Panjang untuk Warga Terdampak

Sosial dan Politik

10 Februari 2022 16:24 WIB

Proyek Strategis Nasional (PSN) tambang andesit Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo. (Foto: youtube.com/ClapeyronUGM)

SOLO, solotrust.com - Pemerintah terus berupaya melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN) penambangan batu andesit Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo, merujuk pada Peraturan Presiden nomor 109/2020.

Hingga hari ini, Kamis (10/2) pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) melanjutkan pengukuran tanah penambangan. Aparat gabungan TNI, Polri, dan Satpol-PP dikerahkan untuk mengawal proses tersebut.



Terkait hal itu, Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS), Addin Kurnia Putri meminta pemerintah dan pihak terkait pembangunan Bendungan Bener untuk memikirkan nasib masyarakat Desa Wadas Purworejo ke depannya –  jika pembangunan tetap dilanjutkan – .

Menurutnya, uang ganti rugi yang ditawarkan pemerintah tidak bisa menjadi solusi jangka panjang. Ia mencontohkan kasus ganti rugi warga  Tuban yang terdampak pembangunan tambang minyak dari Pertamina dan Rosneft, di mana, uang ganti rugi yang nilainya milyaran Rupiah tidak menjamin produktifitas warganya.

"Kita harus melihat dari kasus Tuban yang paling dekat, ya, baru saja tahun lalu. Itu mereka langsung diberikan bahkan milyaran, ya, tapi mereka jatuh miskin lagi, dalam artian mereka tidak bisa membawa itu ke produktifitas," katanya saat ditemui Solotrust.com pada Kamis (10/2).

Dikatakan Addin, seharusnya pemerintah memaksimalkan potensi dari Desa Wadas, alih-alih memikirkan pembangunan infrastruktur yang belum tentu dirasakan oleh masyarakatnya.

Seperti diketahui, merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Purworejo Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) bahwa Desa Wadas awalnya diperuntukan sebagai lahan pertanian.

"Mereka punya potensi yang luar biasa kalau pemerintah berpikiran bahwa yang dikembangkan teknologi pertaniannya. Bukan menjadikan itu sebagai penambangan yang akan  dimanfaatkan beberapa daerah, tapi melihat potensi yang sesuai dengan kondisi sosial culture masyarakatnya," jelasnya.

Terlebih 95 persen masyarakat Desa Wadas berprofesi sebagai petani, Addin menilai, pembangunan bendungan tersebut dapat merusak tatanan masyarakat Desa Wadas yang sudah terbentuk sebagai masyarakat agraris.

"Kita harus melihat karakteristik masyarakat seperti apa. Bukan  hanya ganti rugi tapi ganti untung. Mereka harus melihat produktifitas lahannya sangat berpengaruh besar terhadap mereka, ruang-ruang sosial dan budaya, itu juga otomatis akan hilang," terangnya.

Menurutnya, kejadian serupa telah terjadi dalam pembangunan Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri. Di mana pembangunan waduk tersebut mematikan potensi pertanian di Wonogiri sebelumnya.

"Ini persoalan yang sama, kita lihat sekarang mereka bagaimana? Mereka akhirnya keluar dari desanya, tidak bisa lagi bertani. Di Wonogiri kan akhirnya banyak yang merantau, bahkan tidak ada potensi pekerjaan di situ," kata Addin.

Addin berharap pemerintah tak melanjutkan PSN Bendungan Bener di Desa Wadas itu. Namun, jika pembangunan tetap terlaksana, ia berharap pemerintah dapat memastikan nasib masyarakat Wadas sebagai masyarakat agraris ke depannya.

"Ini harus memastikan bahwa masyarakat ini tetap memiliki mata pencaharian yang sama, itu yang paling penting," tukasnya.

Rencanannya PSN Bendungan Bener akan mengeruk lahan seluas 145 hektar di Desa Wadas Purworejo untuk  tambang batuan andesit. (dks)

(zend)