SOLO, solotrust.com – Fenomena pamer harta di ruang publik kerap dilakukan oleh para crazy rich (sebutan kekinian orang kaya) yang ramai di perbincangkan oleh masyarakat luas.
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Drajat Tri Kartono meminta masyarakat agar tetap waspada dengan resiko yang akan terjadi.
“Sebagai sosiologi kami memandang ini sebagai sebuah relasi dari stratifikasi sosial, ada kesenjangan yakni ada yang miskin,sedang, dan ada yang kaya,” ujar Drajat saat dihubungi Solotrust.com melalui sambungan telepon, Rabu (16/3).
Drajat menyatakan dalam sosiologi terdapat dua fenomena yang muncul dari pamer harta ini yaitu mengekspos kekayaan seperti rumah megah, mobil dan yang lainnya, serta perilaku baiknya seperti berbagi kepada orang lain.
Ia menyebut dampak yang didapat dari crazy rich memamerkan harta akan menimbulkan rasa ingin mendapatkan uang secara cepat. Perilaku tersebut dianggap tidak tepat karena menghilangkan proses dan menghilangkan resiko terhadap dirinya maupun orang yang berada di sekitarnya. Hal ini dapat memunculkan prasangka dan kecemburuan sosial, juga tindakan negatif.
Lebih lanjut ia menyatakan, crazy rich menampilkan kekayaan yang mendorong masyarakat melakukan hal yang serupa agar kaya dengan cepat. Sehingga gerakan tersebut membuat masyarakat mengikuti aktivitas trading-trading yang kini tengah marak. Akibatnya banyak masyarakat yang dirugikan dengan mengikuti tren yang ada.
“Kalau crazy rich ini sangat kaya, kelas yang tinggal menikmati, ketika melakukan pamer kekayaan dan itu dipublikasikan di publik dengan media sosial dan sebagainya itu menyebabkan wujudnya kecemburuan sosial, ada prasangka yang mucul karena kelas bawah merasa tidak bisa seperti itu,” jelasnya.
Perilaku crazy rich menampilkan kekayaan kepada masyarakat akan mendorong masyarakat mencari hal yang sama dengan cara-cara serupa. Hal ini memunculkan perilaku yang sifatnya negatif dan dapat memunculkan kejahatan di masyarakat.
“Yang penting adalah keseimbangan, kalau memang cara yang dilakukan crazy rich adalah cara yang sukses dan itu bisa ditiru oleh orang lain maka harus ada keseimbangan dimana dia bercerita mengenai kesuksesan dan resiko, dia menunjukkan orang yang dicontoh dan orang yang tidak sukses,” imbuhnya. (nika/rahma)
(zend)