Hard News

Aliansi BEM UNS Solo Gelar Aksi Tuntut Pasal-pasal RKUHP yang Dinilai Bermasalah Dikaji Ulang

Sosial dan Politik

16 Juli 2022 10:16 WIB

Aksi Panggung Rakyat-RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Jumat (15/7) sore di Boulevard gerbang selatan kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. (Dok. Solotrust.com/dks)

SOLO, solotrust.com - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menggelar aksi Panggung Rakyat-RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Jumat (15/7) sore di Boulevard gerbang selatan kampus setempat.

Aksi ini dilakukan untuk menuntut pasal-pasal RKUHP yang dinilai bermasalah untuk dikaji ulang.



Perwakilan BEM Sekolah Vokasi UNS, Ahmad mengatakan pihaknya menyoroti beberapa pasal yang dinilai bermasalah itu salah satunya Pasal 218 Ayat 1 RKUHP.

Pasal itu berbunyi "Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".

"Kami Aliansi BEM se-UNS menyatakan pernyataan sikap, pertama menolak pasal-pasal yang bermasalah di RKUHP khususnya pasal penghinaan presiden dan pasal-pasal bermasalah lainnya," kata Ahmad ditemui Solotrust.com Jumat (15/7) sore.

Menurutnya pasal itu akan mengarah ke hal-hal subjektif alias pasal karet. Ia meminta kajian ulang terhadap pasal tersebut. Lebih jauh, pasal itu dinilai layak dibatalkan.

"Dari sisi penghinaan tersebut akan merarah ke hal-hal yang bersifat subjektif, kemudian istilah-istilah yang digunakan itu dikhawatirkan akan menjerumuskan, dari hal tersebut perlunya dikaji ulang juga dan bahkan titik kulminasinya pada pembatalan," ujarnya.

Massa aksi juga meminta keterlibatan publik dalam penggesahan RKUHP.

"Yang kedua meminta kepada pemerintah untuk melibatkan partisipasi publik terhadap pembahasan RKUHP," tambahnya.

Selain itu, pasal lain di 273 RKUHP juga dinilai ganjal lantaran memuat ancaman pidana penjara atau denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.

Orator aksi, Putra menilai, demontrasi merupakan sarana untuk menyampaikan aspirasi yang klimaksnya akan memberikan solusi bagi kesulitan rakyat.

"Karena kami menganggap demonstrasi dan kritik itu bagian dari solusi, karena memang itu yang harus dilakukan pemerintah sehingga kami menolak pasal-pasal bermasalah seperti itu," tuturnya di kesempatan yang sama.

Untuk itu, pihaknya menegaskan akan terus mengawal proses pengesahan pasal-pasal di RKUHP itu. Pengawalan lebih lanjut diungkapkannya akan melibatkan beberapa diskusi dan aksi dari gerakan massa lain di Soloraya dan berbagai daerah di Indonesia.

"Kami berkomitmen untuk gerakan di Solo untuk mengawal hingga memihak kepada rakyat jadi kita tidak membatasi waktunya kapan, tetapi kami dari depan UNS ini percikan api di Soloraya hidup untuk pengawalan yang ingin kami lakukan," pungkasnya. (dks)

(zend)