YOGYAKARTA, solotrust.com – Ketua MPR RI Zulkifli Hasan turut angkat bicara terkait waktu penetapan tersangka calon kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belakangan tengah ramai diperbincangkan.
Menurutnya, tidak boleh ada intervensi kepada KPK dalam mengumumkan kapan penetepan tersangka. Hal itu disebutnya merupakan kewenangan KPK yang telah diatur oleh hukum.
Penetapan tersangka dan kapan akan diumumkannya nama-nama tersangka adalah hak penuh dari KPK. Dirinya meminta berbagai pihak untuk menghormati hal itu dan menunggu hingga KPK akan mengumumkannya, tanpa harus melakukan intervensi.
“Ya memang itu kan haknya hukum, kita tidak bisa intervensi dong. Ndak bisa KPK diintervensi, kan ndak bisa,” tegas Zulkifli usai menghadiri Milad ke 54 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Rabu (14/3/2018) malam.
Di sisi lain, Zulkifli yang juga merupakan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) menyinggung soal anggaran Pilkada yang disebutnya mahal. Meski tidak spesifik menyebut keterkaitannya, namun dia buka-bukaan menggambarkan bagaimana mahalnya biaya Pilkada yang harus ditanggung sebuah partai politik.
“Hanya memang berkali-kali saya tegaskan, Pilkada ini mahal, nah untuk membiayai itu gimana jalan keluarnya,” terangnya.
Untuk membiayai saksi dalam Pilkada di sebuah daerah saja, Parpol harus mengeluarkan duit yang tak sedikit. Dia mencontohkan, untuk saksi di Jawa Barat yang jumlahnya sekitar 80 ribu orang, butuh dana sekitar Rp1,6 miliar jika anggaran tiap saksi adalah Rp200 ribu.
Hal itu disebutnya menjadi salah satu kendala Parpol. Mengingat dalam Pilkada, Parpol tidak diperbolehkan mencari uang sendiri, dan negara juga tidak diperbolehkan untuk membayar saksi.
“Bisa saja kan ditanggung negara, atau partai politik dibolehkan untuk cari uang, tapi ini kan dua-duanya gak boleh. Negara gak boleh membayar saksi, partai politik tidak boleh mencari uang. Lalu gimana?,” tandasnya.
Banyaknya tersangka korupsi yang berasal dari kepala daerah membuat sejumlah pihak mengaitkannya dengan anggaran kampanye dalam Pilkada yang tak sedikit jumlahnya. Hal itu disebut sebagai salah satu faktor yang membuat kepala daerah melakukan korupsi untuk mengembalikan atau menutup biaya yang dikeluarkan selama proses Pilkada berlangsung. (adam-way)
(way)