SOLO, solotrust.com – Data Dinas Lingkungan Hidup Kota Solo terkait ruang terbuka hijau (RTH) tahun 2022 dan 2021 menunjukkan selama 2 tahun terakhir RTH banyak berkurang akibat adanya sejumlah pembangunan.
Pada 2020 luasan RTH publik mencapai 372,94 hektare. Sementara luasan RTH pada 2021 hanya mencapai 355,23 hektare, atau setara 7,60 persen dari 46,72 kilometer persegi total luas Kota Solo.
Itu artinya terjadi penyempitan RTH publik seluas 17,17 hektare.
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengakui berkurangnya luasan RTH.
“Ini kan ada beberapa titik strategis untuk pembangunan. Infrastrukturnya perlu kami kejar ya, kami kebut. Konsekuensinya memang ada beberapa RTH yang terpaksa, bukan kami hilangkan, tapi kami alihkan di lokasi lain,” jelas Gibran saat ditemui di Balai Kota Solo, Rabu (10/8).
Namun pihaknya berjanji akan mengalihkan RTH yang hilang akibat pembangunan.
“Saya mohon waktu dulu, biar pembangunan bisa diselesaikan tepat waktu. Nanti saya akan mengganti, istilahnya kerugian itu, di tempat-tempat yang lain. Saya mohon maaf sekali,” tutur Gibran.
Ia menyebut sejumlah titik RTH publik yang terdampak pembangunan yakni kawasan Manahan, Simpang Joglo, dan lainnya.
Pihaknya telah membicarakan RTH di Solo bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar.
“Saya kemarin sudah bertemu Ibu Menteri Lingkungan Hidup di Semarang. Intinya beliau akan support penambahan RTH di Kota Solo,” tegasnya.
Menurut Gibran, pemindahan RTH menjadi kesempatan untuk menyeleksi tanaman-tanaman yang kurang sesuai.
“Di Solo yang banyak pohon mati dan merusak aspal karena akarnya keras, seperti angsana. Nanti diganti tanaman-tanaman yang bisa rimbun, fast growing, tapi akarnya lunak,” bebernya.
Sementara itu Kabid Penataan Pengendalian, dan Pengelolaan Lingkungan DLH Solo, Budiyono mengaku sulit memenuhi jumlah RTH ideal sesuai UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang Wilayah di angka 30 persen dari total luas wilayah (20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat). Diperlukan intervensi besar kepada sejumlah lahan potensial untuk dijadikan RTH produktif atau berfungsi ekologi baik.
“Untuk saat ini RTH publik masih jauh dari ideal 20 persen itu, tapi kalau RTH privat sudah hampir 10 persen,” ungkap Budiyono. (riz)
(zend)