Hard News

Begini Respon Badut Jalanan Terkait Sanksi 1 Juta Bagi Pemberi Sumbangan di Jalan

Hukum dan Kriminal

30 September 2022 16:30 WIB

Seorang PGOT yang berada di Sekitar Universitas Diponegoro Kota Semarang, Jumat (30/9). (Foto: Dok. Solotrust.com/fj)

SEMARANG, solotrust.com - Badut Jalanan merespon Peraturan Daerah larangan pemberian sumbangan bagi Pengemis, Gelandangan, Orang Terlantar (PGOT).

Salah seorang Badut Jalanan, Joko (30) mengatakan dirinya sudah mengetahui akan adanya larangan pemberian sumbangan dari pengguna jalan ke PGOT. Ia juga merasakan ada penurunan pendapatan beberapa hari terakhir.



Namun Joko menyesalkan jika peraturan itu sudah diterapkan. Seharusnya pemerintah juga memberikan jalan keluar atau solusi kepadanya agar tidak lagi menjadi badut jalanan.

"Harusnya juga diberi jalan keluar kalau memang tidak ada yang memberi lagi, pendapatan pasti akan berkurang," ujarnya kepada Solotrust.com ketika ditemui di traffic light di Jalan Pandanaran, Jumat (30/9).

Lebih lanjut, Joko mengatakan ada penurunan pemberian dari orang di jalan beberapa waktu terakhir. Pendapatan perharinya pun tidak sampai Rp100 ribu.

Menjadi badut jalanan pun ia lakoni untuk menghidupi anak istrinya.

Disamping itu, pemberi imbalan seharusnya tidak diberi denda seperti itu. Karena selama ini memberi sumbangan itu hak bagi siapa saja.

"Ketika niatnya baik ya kenapa tidak boleh, niat memberi dengan baik mengapa di denda, orang sedehkah itu tidak merugikan siapa-siapa," sesalnya.

Laki-laki asal Kota Tegal ini pun melihat sumbangan yang diberikan kepada lembaga zakat itu sering disalahgunakan. Ia mencontohkan lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang dananya justru di korupsi.

"Tahu ACT kemarin, itu lembaga malah korupsi uang sumbangannya, pemberi dijalan cuma Rp500 juga diberikan secara ikhlas," keluhnya.

Seperti diketahui, Pemerintah Kota Semarang akan memberlakukan peraturan daerah (Perda) Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2014 dan Perda Nomor 5 Tahun 2017 tentang larangan memberi sumbangan kepada PGOT dan tentang ketertiban umum per 1 Oktober 2022.

Kedua Perda tersebut mengatur larangan pemberian ke Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT).

Sebelumnya Kepala Seksi (Kasi) Tuna Sosial dan Perdagangan Orang (TSPO) Dinas Sosial Kota Semarang, Bambang Sumedi memaparkan memberi sumbangan kepada PGOT di jalanan justru akan memperbanyak jumlah pemberinya.

"Para dermawan bisa menyumbang di tempat resmi yang memiliki kejelasan administrasi dan tepat sasaran," ungkapnya

Ketika memberi sumbangan ke tempat resmi penyalur bantuan, maka akan mendapatkan tanda terima. Selain itu pemberian secara resmi hasilnya akan disumbangkan kepada anak yang perlu mendapat perhatian dan pendidikan untuk menata masa depan. (fj)

(zend)