JAKARTA, solotrust.com - Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) di Indonesia meningkat tajam pada anak, utamanya yang berusia dibawah 5 tahun.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Selasa (18/10) mencatat kenaikan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal mencapai 206 kasus.
"Jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi yang melaporkan," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam konferensi pers daring, Rabu (19/10).
Syahril menuturkan angka kematian gangguan ginjal akut ini mencapai 99 kasus.
Pihaknya bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membentuk tim khusus untuk menyelidiki penyebab gangguan ginjal akut pada anak.
Syahril memastikan tidak ditemukan bukti adanya hubungan gagal ginjal akut anak dengan vaksin maupun infeksi Covid-19.
"Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” jelasnya.
Hasil penelusuran sementara dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), IDAI, ahli farmakologi dan puslabfor menemukan suatu senyawa pada obat konsumsi yang berisiko menyebabkan gagal ginjal pada pasien.
"Dalam pemeriksaan dari sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan AKI (gagal ginjal akut) ini, saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti faktor risiko lainnya," sebut Syahril.
Sebagai bentuk pencegahan, Syahril mengatakan Kemenkes meminta seluruh tenaga kesehatan (nakes) untuk tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirop sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Pelarangan ini muncul karena adanya dugaan sementara kandungan obat cair atau sirop menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penyakit gagal ginjal akut pada anak.
Selain itu, Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas atau bebas terbatas dalam bentuk sirop kepada masyarakat sampai hasil penelitian mencapai kesimpulan.
"Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," tutur Syahril
“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” imbuhnya.
Tim khusus hingga saat ini masih melakukan pemeriksaan laboratorium terkait penyebab penyakit gagal ginjal akut pada anak. Pihaknya ingin dapat mengumumkan hasil penelitian tersebut kepada publik selambat-lambat satu minggu ke depan.
"Insya Allah minggu depan hasil penelitiannya akan kami publikasikan. Kira-kira dugaan yang sudah kita sebutkan tadi, apakah memang senyawa campuran obat yang menyebabkan seperti halnya di Gambia atau ada penyebab lainnya," tutur Syahril.
Sementara itu, Kemenkes turut menghimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, khususnya orang tua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat.
Keluarga pasien juga turut diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.
Kemenkes menyatakan sudah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis AKI pada anak serta telah mengeluarkan Surat Edaran tentang kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus AKI yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan dan fasyankes.
"Hal ini bertujuan untuk memberikan pelaporan secara langsung kepada kementerian kesehatan untuk dilakukan pendataan secara nasional dan penentuan langkah berikutnya," jelas Syahril.
Diakhir, Syahril meminta masyarakat untuk bekerja sama dan tetap tenang dalam menghadapi merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak saat ini. Kemenkes memastikan menuntaskan penanganan kasus ini. (ale)
()