SOLO, solotrust.com - Kabupaten Klaten sebagai salah satu daerah lumbung pangan nasional. Tak tanggung-tanggung, luas lahan pertanian di Kabupaten Klaten mencapai 31.943 hektare (ha). Kualitas hasil pertanian pun harus terjaga.
Para petani di Kabupaten Klaten hingga kini memastikan pengairan untuk sawah-sawah mereka. Terlebih sering terjadi peralihan musim tak pasti. Beruntung, pasokan air melimpah dari Sungai Pusur membuat pertanian warga selalu terairi.
Salah seorang petani asal Desa Polan, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Slamet, mengatakan tak pernah mengalami kekeringan air di persawahan. Menurutnya, aliran Sungai Pusur sangat membantu kecukupan air bagi para petani di desanya.
"Kami tidak terlalu repot kalau masalah air. Sawah-sawah kami tidak pernah kering, meskipun musim kemarau karena adanya Kali Pusur," ungkap Slamet.
Mulanya, Sungai Pusur di Kabupaten Klaten merupakan sasaran tempat pembuangan sampah oleh warga yang tak bertanggung jawab. PT Tirta Investama (TIV) Aqua Klaten pun melakukan pengelolaan sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur sebagai cara mitigasi bencana berbasis masyarakat.
Salah seorang petani lain dari Desa Delanggu, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Daliman, juga menyampaikan hal serupa. Dia mengatakan tak pernah mengalami kekeringan air di persawahannya, meskipun pada musim kemarau.
"Semua lancar meskipun ada musim kemarau. Irigasinya dari Kali Pusur yang pusatnya berasal dari sudetan Umbul Cokro," katanya.
Stakeholder Relation Manager Aqua, PT Tirta Investama, Rama Zakaria, mengatakan pihaknya menggandeng semua elemen dengan program dari hulu, tengah, hingga hilir. Sub DAS Pusur sendiri berada di wilayah Bengawan Solo dengan luas lebih dari 70 ribu hektare meliputi 49 desa, lima kecamatan, dan dua kabupaten.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, sepanjang 2021 lalu, dengan luas tanam mencapai 73.842 hektare dan luas panen 73.754 hektare, para petani di Klaten berhasil memanen padi dari persawahan mereka sebanyak 480.023 ton. Produksi panen ini mengalami peningkatan sebanyak 157 ribu ton dibandingkan 2020 mencapai 448.686 ton.
"Kami lakukan pendekatan dengan menyentuh penghidupan masyarakat, baik sisi ekonomi rumah tangga serta pada akhirnya pengetahuan dan kesadaran adanya potensi bencana dapat dimitigasi secara paralel," ungkapnya.
Pihak PT TIV Aqua Klaten melalui kolaborasi dengan elemen masyarakat juga mengajak para milenial di sana untuk belajar kearifan lokal langsung pada petani di Bendung Bagor, Desa Juwiring, Klaten.
Program ini diikuti Pusur Institute, Forum Relawan Irigasi Jogo Toya Kamulyan, pemerintah desa dan Kecamatan Juwiring, SMKN 1 Polanharjo, SMPN 2 Klaten, Gita Pertiwi Surakarta, Secercah Harapan Indonesia (SHIND) Jogja, Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta, dan Multi Stakeholder Forum (MSF) Klaten.
"Kegiatan ini dilakukan bersama-sama belajar menerjemahkan makna menjadi perubah dalam cara pandang pengelolaan sumber daya air," jelas Rama Zakaria.
Program terintegrasi mulai dari hulu Merapi, tengah hingga hilir ini melibatkan masyarakat dan sejumlah lembaga independen yang berkompeten menjadi komponen penting dalam kolaborasi. Kawasan tengah berada di Kecamatan Tulung dan Polanharjo, sementara kawasan hilir di Kecamatan Delanggu dan Juwiring.
Adapun di bagian hilir sub DAS Pusur dikelola secara gotong royong oleh Gabungan Paguyuban Petani Pengguna Air (GP3A). Bagian hulu sendiri merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), menjadi wilayah yang juga punya nilai penting bagi keberlanjutan kegiatan ekonomi di wilayah tengah dan hilir, seperti pertanian, perikanan, rumah tangga, dan industri.
Pihak Aqua juga mendorong tujuh pemerintah desa untuk mewujudkan peraturan antardesa (Perkades) pengelolaan jaringan irigasi secara kolaboratif. Ikatan hukum formal dalam perkades dilakukan agar saling mendukung model kearifan lokal dengan revitalisasi Jogo Toya dan Forum Relawan Irigasi.
"Kami harap upaya tersebut mampu jadi alternatif solusi bagi permasalahan kelangkaan air persawahan di musim kemarau sekaligus mengendalikan laju air saat musim penghujan,” pungkasnya.
Berkat pengairan persawahan dari Sungai Pusur ini, para petani di Klaten juga berhasil memproduksi beras Rojolele Srinar Srinuk berasal dari varian IP 400. Beras primadona dari Soloraya ini kali pertama dikembangkan di Desa Delanggu, Kecamatan Polanharjo.
Varietas ini merupakan hasil dari kerja sama pemerintah Kabupaten Klaten dengan BATAN, didukung pengairan memadai dari Sungai Pusur. Kelompok tani mengembangkannya dengan cara-cara pertanian modern untuk menjadikan produktivitas Rojolele Srinar Srinuk meningkat dan menguntungkan mereka.
Penetapan Lahan IP 400 di Soloraya diawali di Desa Sribit, Kecamatan Delanggu dengan total luas tanam di Klaten mencapai seribu hektare. Varietas digunakan untuk program IP 400, yakni padi unggulan Klaten Rojolele Srinar Srinuk serta padi genjah (lekas berbuah). (riz)
(and_)